MIMPI TENTANG USTADZ SALAFI
Kisah ini dinukil dari risalah yang ditulis oleh Ali Ghufran @ Mukhlas di dalam tempat beliau berkhalwat, LP Nusakambangan, Jumadil Ula 1428H lalu. Berikut tulisan beliau:
Sewaktu kami berada di LP kerobokan Bali, di sana ada minimal tiga ustadz yang menamakan diri sebagai pengikut salaf atau bermanhaj dan berpaham salaf (salafy) yang ikut andil membina, mendidik dan mengajar para napi (narapidana) di sana –alhamdulillah– salah satu di antara ustadz itu ngajar mingguan (Ustadz M. Alim) sedang yang dua lagi sebagai khatib Jum’at saja.
Ustadz-ustadz tersebut apabila menyampaikan khutbah sering menyindir-nyindir kami dan kelompok kami, tapi alhamdulillah tidak terus terang sehingga tidak setiap jama’ah memahami arah pembicaraannya. Sindiran-sindiran itu misalnya, beramal tanpa ilmu, ahludh dhalal, ahlul bid’ah, jauh dari ulama’ dan ahlul ilmi, orang yang sia-sia amalannya, para penjahat bukan mujahid, khawarij dan lain sebagainya.
Tapi yang paling aneh sikap yang ditunjukkan ustadz-ustadz itu adalah menghijrahi kami seperti enggan bertemu dan bertatap muka dengan kami (khususnya kami bertiga), tidak mau salam dan menjawab salam, tak mau berjabat tangan, bila kami sengaja hadang tempat lewatnya, maka mereka berpaling ke tempat lain.
Hal ini bagi kami tidak merasa aneh sebab kami betul-betul paham, prinsip dan paham mereka, menurut mereka sikap itu adalah tuntutan syari’at dan seafdhal-afdhal amal dan jihad mereka pada masa kini, yakni berjihad dengan menghijrahi ahlul bid’ah termasuk khawarij, dan mereka dengan tidak ada keraguan menganggap bahwa kami adalah golongan khawarij.
Inilah sangkaan yang mereka yakini sebagai warisan dari ulama’ salaf, sehingga mengolok-olok, mencaci-maki, menggunjing dan sebagainya terhadap kami dan orang-orang seperti kami, bahkan mayoritas para mujahidin yang berjihad pada masa kini (yang menurut sebagian dari mereka bahwa hari ini tidak ada jihad dan belum tiba masanya untuk berjihad). Perbuatan yang keji itu mereka anggap sebagai amal shaleh yang besar pahalanya yang dapat mengantarkan diri mereka mendapat ridha Allah dan masuk ke dalam syurga. Wallahu musta’an.
Sikap menghijrahi dan sindir-menyindir inilah yang menjadi tanda-tanya bagi sebagian para napi khususnya yang berazam kuat untuk bertaubat dan kembali kepada pemahaman Islam yang benar sesuai dengan pemahaman salaf, menyaksikan keadaan yang semacam itu, maka datanglah pada suatu hari teman sepenjara tersebut menjumpai saya dan berkata: "Ustadz, saya heran melihat antum dan ustadz-ustadz itu, pakaian sama, jenggot sama, cara shalatnya sama, sama-sama mengikut sunnah dan anti bid'ah sama-sama nampak baik, kenapa tidak bisa bergaul dengan baik, tidak saling tegur-menegur, kelompok antum sering disindir-sindir, dikatakan jahil, sesat, ahlul bid’ah, kami dipesan tidak usah belajar dengan antum dan sebagainya." Demikianlah kurang lebih apa yang disampaikan kepada saya.
Maka saya katakan kepadanya: Sebenarnya pemahaman kami banyak kesamaan dengan mereka dalam urusan agama ini, kami berbeda dengan mereka dalam beberapa masalah saja, antara lain dalam masalah jihad dan pemerintahan. Menurut saya perselisihan dalam masalah khilafiyah seperti ini wajar, dan tidak boleh dijadikan alasan untuk bermusuhan sesama muslim, akan tetapi ustadz-ustadz itu justru menjadikan perselisihan pendapat ini sebagai alasan untuk menjauhi kami, membenci kami, dan mencela kami, bahkan menganggap dan menjuluki kami sebagai ahlul bid’ah, ahludh dhalal, khawarij dan sebagainya. Demikianlah kira-kira yang saya jelaskan kepada teman sepenjara itu.
Kemudian dia bertanya: "Kalau begitu saya harus ikut siapa dan yang mana?" Saya jawab: "Ikuti yang benar dan yang baik, dan tinggalkan yang bathil dan yang buruk," dia komentar lagi, "menurut saya keterangan-keterangan dari kedua belah pihak sama-sama berdalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah," dan katanya lagi, "ustadz, saya ini tidak ada ilmu, baru mulai mengerti sunnah di sini, dulu sibuk dengan urusan dunia sampai lupa tak mau belajar dan mendalami ilmu agama, jadi saya ini tidak mengerti dan tidak bisa menilai siapa yang lebih benar, tolonglah beritahu dan tunjukkan."
Lalu saya katakan, menurut syari’at manusia muslim itu terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Mujtahid
2. Muttabi’
3. Muqallid.
Kemudian saya jelaskan satu dengan singkat satu persatu lalu saya katakan, bahwa antum termasuk muqallid, nah, kata ulama’, apabila seorang muqallid menjumpai dua orang alim yang menurut penilaiannya sama-sama berilmu dan tidak mampu membedakan mana di antara keduanya yang lebih alim, maka dia memilih yang paling baik akhlaqnya (zuhudnya, wara'nya dan sebagainya). Maka ikutilah mana di antara keduanya menurut anta yang lebih baik akhlaqnya.
Dia komentar lagi, katanya: kedua-duanya baik, dan sepertinya sama saja, sama-sama menjaga sunnah, sama-sama berjenggot, celana di atas betis, murah senyum, sama-sama berjuang untuk Islam katanya, dan macam-macam lagi dia bilang, zuhud dan waranya juga kelihatan sama, sama-sama anti rokok, musik dan sebagainya.
Subhanallah, saya jadi kesulitan untuk menjawab, akan tetapi alhamdulillah akhirnya dapat jalan keluar, saya katakan kepadanya: sekarang begini saja, coba antum shalat istikharah memohon kepada Allah Ta’ala agar ditunjukkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, singkat cerita, alhamdulillah dia menerima nasehat ini.
Kemudian kira-kira dua hari setelah itu atau lebih saya tidak ingat pasti tapi kurang dari seminggu, dia menjumpai saya lagi dan bercerita bahwa malam kemarin dia bermimpi yang kisah mimpinya kurang lebih sebagai berikut:
Bahwasanya ustadz yang biasa mengajar mingguan di masjid At-Taubah, LP Kerobokan (ustadz M.Alim) berdiri di depan majlis seperti biasa beliau mengajar, dan di tangannya memeganga bangkai seekor ular yang panjang dan berbau busuk sekali, bangkai itu dia makan sedikit demi sedikit, sambil mengajak yang hadir (para pelajarnya) untuk sama-sama menikmatinya.
Kata para pelajar termasuk pemimpi, "Ustadz! Bagaimana bangkai ular yang sebusuk itu ustadz makan?" Jawab ustadz, "Ini nikmat sekali... Ayo makan." Ular yang busuk itu dimakannya terus sampai habis ludes tidak tersisa sedikit pun. Kata pemimpi, pada saat itu seluruh yang hadir dalam majlis itu merasa jijik sekali, dan seluruhnya berbau busuk yang bersangatan apalagi sewaktu bangkai itu di kunyah, dari mulut keluar bau bacin yang keterlaluan.Dan dari sekian pelajar yang hadir tidak ada seorang pun yang menjamahnya dan memakannya meskipun diajak dan ditawarin serta dirayu berkali- kali.
Sesudah itu teman sepenjara mukmin yang penasaran itu bertanya kepada saya: Ustadz, apa takwilnya? Saya katakan, Masya Allah! Maaf! Kurang bagus kalau saya komentar mengenai mimpi antum ini, sebaiknya ceritakan mimpi ini kepada ustadz yang bersangkutan (Ustadz M. Alim). Beliau –insya Allah– memahami dan telah mempelajari ilmu takwil mimpi, di samping itu –insya Allah– mimpi antum ini akan bermanfaat baginya sebagai tadzkirah, sebab seorang ustadz juga perlu tadzkirah, jangan lupa kalau ustadz datang mengajar lagi kemari ceritakan mimpi itu.
Jawabnya: "ana segan tak berani," saya katakan, "takut apa? ana yakin kalau anta sampaikan kepada beliau, beliau akan mengucapkan (Jazakumullah khairul jazaa’). Teman itu masih tetap mengatakan segan dan tidak berani menceritakannya, saya katakan lagi: "Kalau begitu sudahlah diam saja dan memohon kepada Allah Ta’ala mudah-mudahan mimpi tersebut banyak membawa kebaikan."
Demikianlah kurang lebih kisah mimpi teman sepenjara itu, sengaja namanya tidak saya sebutkan untuk kemaslahatan, semoga mimpi tersebut menjadi tazkirah dan pelajaran bagi yang mau mengambilnya. Saya yakin -wallahu a’lam- bahwa mimpi teman sepenjara adalah mimpi yang benar dan baik, dan kandungan mimpinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan sesuai dengan wasiat dan firman Allah Ta’ala dalam QS Al-Hujuraat (49): 11-12 pada ayat 12.
Allah memberi perumpamaan bahwa orang yang menggunjing saudaranya sesama mukmin bagaikan memakan daging saudaranya yang sudah mati. Dalam ayat ini penggunjing diumpamakan seperti pemakan bangkai manusia, sedang dalam mimpi tersebut seperti pemakan bangkai ular, apa rahsianya? -wallahu a’lam- menurut saya ditinjau dari ilmu takwil mimpi, ular ditakwilkan dengan musuh. (Lihat kitab Ta’bir Ibnu Sirin hal.179).
Label: jihad
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda