01 Juli 2008

Sejarah Pergerakan Umat Islam 1905-1920

X-Files : Timeline SPUI 17 Juli 1905
Di Jakarta berdiri perkumpulan al-Jam’iyat al-Khairiyah, yang mendirikan sekolah dasar untuk masyarakat Arab. Kurikulumnya modern, karena yang diajarkan di sekolah itu bukan hanya pelajaran agama, tetapi juga berhitung, sejarah, geografi dan lain-lain.

16 Oktober 1905
Syarikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Sondokan, Solo, oleh Haji Samanhudi, Sumowardoyo, Wiryotirto, Suwandi, Suryopranoto, Jarmani, Haryosumarto, Sukir dan Martodikoro.
Syarikat Dagang Islam (SDI) Pengurus pertama
1. Ketua : Haji Samanhudi
2. Penulis I : Sumowardoyo
3. Penulis II : Sukir
4. Pembantu : Jamal Surodisastro
5. Pembantu keuangan : Sukir dan Haji Saleh
6. Pembantu : Haryosumarto
7. Pembantu : Wiryosutirto
8. Pembantu : Atmo
Asas dan tujuan SDI :
1. Mengutamakan sosial ekonomi.
2. Mempersatukan pedagang-pedagang batik.
3. Mempertinggi derajat bumiputra.
4. Memajukan agama dan sekolah-sekolah Islam.

Latar-belakang pendirian SDI :

Kompetisi yang meningkat dalam bidang perdagangan batik, terutama terhadap golongan Cina.

Sikap superioritas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya Revolusi Cina (1911).

Adanya tekanan oleh masyarakat Indonesia di Solo (dari kalangan bangsawan mereka sendiri).

Tahun 1905
Gerakan reformasi dan modernisasi ini meluas di Minangkabau dan perintisnya adalah Syekh Thaher Jalaluddin. Majalah al-Iman adalah alat penyebar Reformisme keluar Minangkabau, di samping memuat ajaran agama dan peristiwa-peristiwa penting dunia.

Tahun 1906-1907
Sebagai akibat politik etis yang di dalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran, maka pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih mengalami hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian ini menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat menghimpun dana itu, dengan melakukan propaganda berkeliling Jawa. Rupanya ide yang baik dari dr. Wahidin itu di terima dan dikembangkan oleh Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA dan dari sinilah awal perkembangannya menuju keharmonisan bagi tanah dan orang Jawa dan Madura.

Tahun 1907
Insulinde didirikan di Bandung sebagai reaksi terhadap faham kolot dari Indische Bond (didirikan tahun 1898 oleh peranakan dan totok, organisasi sosial ekonomis buat kepentingan peranakan).

20 Mei 1908
Sebagai tindak-lanjutnya, dr. Sutomo dan rekan-rekannya mendirikan Budi Utomo (BU) di Jakarta. Corak baru yang diperkenalkan BU adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota.

Perkumpulan ini di pimpin oleh kaum Ambtenaar, yaitu para pegawai negeri yang setia kepada pemerintah kolonial Belanda. Pusat perkumpulan ditempatkan di Yogyakarta. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama di pilih R.T. Tirtokusumo, bupati Karanganyar, sedang anggota-anggota Pengurus Besar yang lain-lain pegawai negeri atau bekas pegawai negeri belaka. Ia memimpin BU sejak tahun 1908 sampai dengan tahun 1911. Kemudian dia digantikan oleh Pangeran Aryo Noto Dirojo dari istana Paku Alam, Yogyakarta. Sebagai orang keraton yang di beri gaji oleh Belanda, maka ketua BU itu sangat patuh kepada induk-semangnya.


Kongres Pertama Budi Utomo


3-5 Oktober 1908
Kongres BU pertama di Jakarta, dengan terjadi perubahan orientasi, dari terbatas dalam kalangan priyayi menjadi menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan rakyat. Kongres itu menetapkan tujuan perkumpulan : kemajuan yang selaras (harmonis) buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan (kesenian dan ilmu).

Tahun 1908
Di kalangan priyayi gedhe yang sudah mapan tidak senang terhadap lahirnya BU, sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia di Semarang, untuk mencegah cita-cita BU yang di anggap mengganggu stabilitas sosial mereka.

Pada tahun yang sama, berdirilah Indische Vereeniging (IV) di Negeri Belanda, yang diprakarsai oleh Sutan Kasayangan dan R.M. Noto Suroto. Semula organisasi ini merupakan pusat kegiatan sosial dan kebudayaan sebagai ajang bertukar pikiran tentang situasi tanah air. Kemudian bernama Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia).

Tahun 1909
Tirtoadisuryo mendirikan Sarekat Dagang Islamiah (SDI) di Batavia.

Pada tahun yang sama, H. Abdullah Akhmad mendirikan majalah al-Munir di Padang, yang bertujuan menyebarkan agama Islam yang sesungguhnya dan terbit di Padang tahun 1910-1916.

Tahun 1910
Tirtoadisuryo mendirikan perusahaan dagang Sarekat Dagang Islamiah NV di Bogor. Kedua organisasi tersebut (SDI Batavia dan Bogor) dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedagang bangsa Indonesia dalam menghadapi saingan orang-orang Cina.

Tahun 1911
Ambon’s Bond didirikan oleh pegawai negeri di Ambonia, untuk memajukan pengajaran dan penghidupan rakyat Ambon.

Haji Abdulhalim mendirikan Persyarikatan Ulama di Ciberelang, Majalengka, yang bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi.

11 Juni 1912
Cokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India kaya, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Utusan Hindia. Cokroaminoto kemudian duduk sebagai pemimpin Syarikat Islam.

Agustus 1912
Pemimpin-pemimpin golongan Minahasa mendirikan “Rukun Minahasa” di Semarang. Tujuannya ialah mencapai derajat hidup yang layak bagi rakyat Minahasa, antara lain dengan jalan menghilangkan sebab-sebab yang menjadikan turun kedudukannya, memajukan nafsu tolong-menolong menyokong pendidikan dan pengajaran, memajukan ekonomi rakyat. Ketuanya adalah J.H. Pangemanan. Pemuka yang lain-lain adalah Dr. Ratulangi dan P.A. Mandagie.

12 Agustus 1912
Residen Surakarta membekukan SDI setelah organisasi itu berkembang cepat ke daerah-daerah lain di Jawa dan setelah kegiatan-kegiatan pada anggotanya di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh penguasa setempat. Perkelahian terus-menerus terjadi dengan golongan Cina; sebuah pemogokan dilancarkan oleh pekerja-pekerja di perkebunan Krapyak di Mangkunegaran pada permulaan bulan Agustus 1912. Kedua macam kerusuhan ini menurut pihak penguasa disebabkan oleh Sarekat Islam.

Rijksbestuur Solo atas perintah Residen Belanda melarang untuk sementara waktu SI bekerja, karena SI di anggap berbahaya bagi ketertiban umum, membuat huru-hara di Solo, terutama terhadap kaum dagang Cina. Selain di larang bersidang dan menerima anggota baru, pemimpinnya mengalami penggeledahan, tetapi tidak berhasil.

16 Agustus 1912
Oleh karena tak terdapat tanda-tanda akan menentang pemerintah, maka skorsan di cabut lagi. Pembekuan tadi di cabut dengan syarat agar anggaran dasarnya di ubah sedemikian rupa, sehingga ia hanya terbatas pada daerah Surakarta saja. Larangan tersebut di cabut dengan ketentuan hanya penduduk Surakarta saja yang boleh menjadi anggota (harus masuk statuten), serta harus ada pengawasan atas keuangan.


10 September 1912 Sampai dengan awal tahun 1912, Syarikat Dagang Islam masih memakai anggaran dasar yang lama yang di buat oleh Haji Samanhudi. Karena beliau tidak puas atas anggaran dasar itu, maka beliau menugaskan kepada Cokroaminoto di Surabaya yang baru masuk Syarikat Islam, supaya membuat anggaran dasar yang baru yang disahkan di depan Notaris pada tanggal 10 September 1912. Sehingga Syarikat Dagang Islam (SDI) berganti nama menjadi Syarikat Islam (SI)

Syarikat Islam telah meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu :
Asas agama Islam sebagai dasar perjuangan organisasi.

Asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi.

Asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.

18 Nopember 1912
Di Yogyakarta, berdiri Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah di sebagian besar programnya sangat mencurahkan pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan sekaligus gencar melakukan kegiatan program dakwah guna melawan usaha-usaha Kristenisasi yang mulai menjamur di daerah Jawa, juga memberantas ketakhayulan-ketakhayulan lokal yang memang sudah menjadi kepercayaan di kalangan rakyat. Muhammadiyah bertujuan memajukan pengajaran berdasarkan agama, pengertian ilmu agama dan hidup menurut peraturan agama.

25 Desember 1912
Partai Hindia atau IP (Indische Partij) didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker alias Setiabudi di Bandung, dan merupakan organisasi campuran orang Indo dan bumiputra. IP menjadi organisasi politik yang kuat pada waktu itu, setelah ia bekerjasama dengan dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantoro. Douwes Dekker menjadi ketuanya, dr. Cipto Mangunkusumo dan R.M. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantoro) menjadi anggota pengurus.

Indische Partij terbuka buat semua golongan bangsa (bangsa Indonesia, bangsa Eropa yang terus tinggal disini, Belanda peranakan, peranakan Tionghoa dan sebagainya), yang merasa dirinya seorang “indier”.


Indische Partij

Dr. Tjipto Mangeonkusumo - Dowwes Dekker - Ki hajar Dewantara


Kongres Raksasa SI

Sarekat Islam congress in 1913
On the podium sits the Pangeran Ngabei, a prince of the royal house of Solo.
(sumber : http://www.lowensteyn.com/indonesia/sarekat.html )

26 Januari 1913
Dalam rapat raksasa SI di Kebun Binatang Surabaya, Umar Sa’id Cokroaminoto menegaskan bahwa tujuan SI adalah menghidupkan jiwa dagang bangsa Indonesia, memperkuat ekonominya agar mampu bersaing dengan bangsa asing. Usaha di bidang ekonomi tampak sekali, khususnya dengan berdirinya koperasi di Surabaya, PT. “Setia Usaha”, penerbitan surat kabar “Utusan Hindia”, menyelenggarakan penggilingan padi dan juga mendirikan bank.

Kongres SI pertama yang di pimpin oleh Cokroaminoto, yang antara lain menerangkan bahwa SI bukan partai politik dan tidak beraksi melawan Pemerintah Belanda. Walaupun begitu, dengan agama Islam sebagai lambang persatuan dan dengan penuh kemauan mempertinggi derajat rakyat, SI tersebar di seluruh Jawa bagai banjir yang hebat sekali. Ditentukan H. Samanhudi sebagai Bapak SI, Sentral Komite SI didirikan (di susun).

23 Maret 1913
Kongres umum SI kedua di Surakarta, yang diselenggarakan di taman istana Susuhunan. Dalam kongres itu diputuskan bahwa SI hanya terbuka untuk bangsa Indonesia dan pegawai pangreh praja seberapa tidak akan di beri masuk, tindakan ini di pandang perlu agar tidak berubah corak SI sebagai organisasi rakyat.

Dalam kongres terpilih H. Samanhudi sebagai ketua dan Cokroaminoto sebagai wakil ketua. Gejala konflik internal telah timbul di permukaan dan kepercayaan terhadap Central Sarikat Islam mulai berkurang. Namun Cokroaminoto tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari CSI harus di kutuk.

30 Juni 1913
Belanda menolak permintaan SI supaya disahkan menjadi badan hukum (rechtspersoon) karena anggota SI terlalu banyak. Belanda sanggup mengesahkan perkumpulan SI ke tempat-tempat yang tidak besar jumlah anggotanya. Pemerintah Belanda menetapkan bahwa cabang-cabang harus berdiri sendiri untuk daerahnya masing-masing (SI daerah). Pemerintah tidak berkeberatan SI-SI daerah itu bekerja bersama-sama dengan badan perwakilan Pengurus Sentral.

Tujuan anggaran dasa (yang semua sama) dari SI daerah-daerah itu antara lain adalah dengan mengingat peraturan agama Islam.

a. Memajukan pertanian, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran.

b. Memajukan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan faham-faham keliru tentang agama

c. Mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong di antara anggotanya.

Tahun 1913
“Mena Muria” berdiri di Semarang, untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran golongan Ambon.

18 Pebruari 1914
Pengurus CSI pertama ditetapkan dalam suatu pertemuan di Yogyakarta, yang terdiri atas H. Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan, Cokroaminoto sebagai Ketua dan Raden Gunawan sebagai Wakil Ketua. Pengurus CSI ini diakui pemerintah tanggal 18 Maret 1916.

Mei 1914
H.J.F.M. Sneevlit dengan teman-temannya bangsa Belanda (Brandsteder, Ir. Baars, Van Burink) yang sepaham, mendirikan ISDV (de Indische Sociaal Demoratische Vereeniging) di Semarang. ISDV bertujuan menyebarkan faham-faham Marxis.

September 1914
Jong Pasundan berdiri di Jakarta. Anggaran dasarnya adalah secorak dengan Budi Utomo, tetapi ditujukan untuk daerah Pasundan saja. Pasundan (Paguyuban Pasundan) didirikan untuk mempersatukan “bangsa Sunda”.

Tahun 1914
Terjadi Perang Dunia I, dan Budi Utomo turut memikirkan cara mempertahankan Indonesia dari serangan luar dengan mengadakan milisi yang di beri wadah dalam Komite Pertahanan Hindia (Comite Indie Weebaar).

Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab. Kelompok Arab yang bukan keturunan sayid mendirikan perkumpulan al-Irsyad pada tahun 1914, dengan bantuan Syekh Ahmad Syurkati. Organisasi ini menekankan persamaan antara ummat manusia dan berlawanan dengan pendirian golongan sayid, yaitu golongan yang mengaku keturunan Nabi.

Sementara itu, ada pihak yang tidak sependapat dengan Ahmad Syurkati tentang madzab, mendirikan organisasi sendiri yang di sebut ar-Rabithah al-‘Alawiyah. Organisasi yang sehaluan dengan al-Irsyad, yaitu Muhammadiyah, Persis, Thawalib, sedangkan yang bersimpati dengan ar-Rabithah, yaitu Persatuan Tarbiyatul Islamiyah, Jam’iyatul Washliyah, Musyawaratut Thalibin.

7 Maret 1915
Tri Koro Dharmo didirikan di Jakarta di bawah pimpinan dr. Satiman untuk mempersatukan pelajar-pelajar dari pulau Jawa, kemudian bernama “Jong Java”. Semboyan : “Sakti, Budi, Bakti”. Yang menjadi anggota kebanyakan murid-murid sekolah menengah asal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

5-6 Agustus 1915
Budi Utomo dalam rapat umumnya di Bandung menetapkan mosi, yang menegaskan mobilisasi perlu sekali diadakan untuk bangsa Indonesia juga, tetapi hal ini harus diputuskan dalam parlemen yang berhak mengadakan Undang-undang (parlemen ini ketika itu belum ada), dewan perwakilan rakyat harus diadakan terlebih dahulu.

Tahun 1915
Sesudah lebih dari 50 SI daerah berdiri, lalu didirikan Central Sarekat Islam (CSI). Maksud tujuan Badan Sentral ini memajukan dan membantu SI daerah, mengadakan dan memelihara perhubungan dan pekerjaan bersama di antaranya.

30 Januari 1916
Pertemuan antara berbagai perkumpulan SI Jawa Barat dan Sumatra Selatan di Jakarta. Tujuan rapat yang diadakan Gunawan ialah membicarakan hubungan antara perkumpulan-perkumpulan ini dan CSI. Sebuah usul membentuk CSI kedua untuk Jawa Barat dan Sumatra Selatan di samping CSI yang telah ada di terima setelah perdebatan yang lama dan seru. H. Samanhudi dan Gunawan terpilih masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua CSI yang memisahkan diri. Dari perkumpulan-perkumpulan SI di Jawa Barat, Gunawan dan Samanhudi hanya mendapat sedikit dukungan, yaitu Cikalong, Bogor dan Sukabumi. Cabang-cabang yang lain di Jawa Barat menyatakan sikap netral. Cabang Bandung menyatakan tetap setia kepada CSI yang lama. Sikap perkumpulan-perkumpulan di Sumatra Selatan, kecuali di Bengkulu, tidak seluruhnya jelas.

Januari 1916
CSI menyetujui adanya aksi Comite Indie Weerbaar serta mengambil mosi tentang itu dan mewakilkan Abdul Muis akan menyampaikan mosi itu kepada Ratu Wilhelmina, Menteri Jajahan dan Staten Generaal. ISDV dan kaum Komunis melawan aksi itu.

18 Maret 1916
Central Sarikat Islam (CSI) mendapatkan pengakuan badan hukum (rechtspersoon), dan keputusan ini diberikan oleh Gubernur Jenderal Idenburg. Anggota-anggotanya, yaitu perkumpulan-perkumpulan SI kecil yang juga disahkan oleh Belanda sebagai badan hukum (rechtspersoon).

17-24 Juni 1916
Kongres SI pertama di Bandung, yang dihadiri oleh 80 SI lokal dimana dibicarakan agama dalam pergerakan dan hapusnya tanah partikulir (tanah swasta). Kongres itu merupakan “Kongres Nasional”, karena SI mencita-citakan supaya penduduk Indonesia menjadi satu natie atau satu bangsa, dengan kata lain mempersatukan etnik Indonesia menjadi bangsa Indonesia. Di sisi lain, SI setuju diadakannya Komite Pertahanan Hindia asal pemerintah Belanda membentuk Dewan Rakyat. Juga kongres ini di pimpin oleh Cokroaminoto. Dengan jalan evolusi berusaha mencapai pemerintahan sendiri, sekurang-kurangnya memperoleh bangsa Indonesia dapat ikut serta dalam pemerintahan Indonesia. Ini semuanya “dengan pemerintah dan untuk menyokong pemerintah”.

Kongres ini menetapkan pengurus baru CSI yaitu ketua Cokroaminoto dan wakil ketua Abdul Muis serta sekretaris R. Sosrokardono. Nama H. Samanhudi tidak muncul lagi dalam daftar kepemimpinan SI, kedudukannya terdesak dalam waktu yang relatif singkat, diantaranya ia lebih banyak terlibat dalam masalah-masalah di luar organisasi SI sendiri.

23 Juli 1916
Budi Utomo ikut duduk dalam Komite “Indie Weebaar”. Komite ini menyatakan keyakinannya bahwa dalam Perang Dunia di waktu itu : “buat Hindia-Belanda adalah suatu kepentingan hidup untuk selekasnya memperoleh kekuatan yang cukup baik di laut, baik di darat untuk mempertahankan diri”. Dalam utusan ke negeri Belanda menghadap Sri Baginda Raja Putri turut serta utusan BU (Dwijosewoyo).

Pertengahan Agustus s/d akhir September 1916
Suatu peristiwa penting yang secara tidak langsung melibatkan SI, adalah pemberontakan Jambi di Sumatra Selatan. Controleur Walter dan beberapa pegawai Indonesia turut di bunuh oleh pemberontak. Yang di dakwa menerbitkan itu ialah Sarekat Abang, suatu sarekat agama yang menurut berita dipengaruhi oleh Sarekat Islam. Dalam hal ini yang dihadapi adalah suatu pemberontakan yang cukup luas dan hebat, yang dengan susah payah dapat di tumpas oleh pihak penguasa. Jumlah korban yang tewas dalam pemberontakan ini seluruhnya lima ratus orang.
Galery Children in the fourth class of a Kweekschool (teachers' training school) in Probolinggo, East Java, in 1913.
Sarekat Ra'yat School in Semarang, Central Java, 1917. Sarekat Ra'yat (The People's Union) was a radical offshoot of Sarekat Islam and the young Indonesian trade union movement. Education and organisation strengthened the nationalist movement
The Sarekat Islam represents an eman- cipatory movement for nationalist ideals.
The Surabaya Chapter of Sarekat Islam c. 1915. Joint meeting of Sarekat Islam and ISDV (Indies Social Democratic Union) in Surabaya, 1916.
sumber :
http://www.lowensteyn.com/indonesia/sarekat.html


Juli 1917
Volksraad diperundangkan pada Desember 1916, dijalankan Agustus 1917 dan di buka Mei 1918. Penting juga perbuatan Pengurus Besar BU pada waktu itu memajukan diri mengadakan Komite Nasional (terdiri dari pemimpin-pemimpin perkumpulan-perkumpulan Indonesia yang besar). Komite Nasional mengadakan sidang di Jakarta guna merundingkan arah jalan penunjukan dan pemilihan yang pertama dari anggota-anggota Volksraad.

13 Agustus 1917
Didirikan Perserikatan Indie Weerbaar, bermaksud mencari jalan untuk dapat mempertahankan Indonesia dalam hal ekonomi dan militer.

12 September 1917
Debat terbuka antara golongan Islam dan Komunis dalam Sarekat Islam di Surabaya, dalam rangka membicarakan persoalan Indie Weerbaar. Golongan Komunis bukan saja menolak, akan tetapi juga mengecam pemimpin-pemimpin SI yang bukan Komunis.

September 1917
Partai Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP) sebagai cabang SDAP dari Negeri Belanda. Dalam bulan Juni 1919 di ubah menjadi partai berdiri sendiri, dengan nama ISDP dan terbuka buat segala golongan bangsa. Baik ISDV maupun ISDP, kedua-duanya tidak dapat memikat hati rakyat. Pemimpin-pemimpin ISDP yang berpengaruh adalah J.E. Stokvis, Ir. Cramer dan Prof. Van Gelderen, bangsa Indonesia tidak seorang pun.

20-27 Oktober 1917
Kongres (SI) Nasional yang kedua, yang dilangsungkan di Jakarta, dalam pembicaraannya ternyata lebih berani terhadap pemerintah dan badan-badannya daripada kongres yang pertama. Tetapi pimpinan CSI masih menyetujui aksi parlementer-evolusioner. Juga usul Semaun untuk tidak ikut campur dalam gerakan Indie Weerbaar tidak di terima (pada waktu itu Abdul Muis sebagai anggota “Utusan Indie Weerbaar” memberikan laporan tentang pengalamannya di negeri Belanda).

Kongres SI kedua memutuskan bahwa azas perjuangan SI ialah mendapatkan zelf bestuur atau pemerintahan sendiri. Selain itu, ditetapkan pula azas kedua berupa “strijd tegen overheersing van het zondig kapitalisme” atau perjuangan melawan penjajahan dari Kapitalisme yang jahat.

Tetap di ambil jalan parlementer, ditentukan program azas dan daftar usaha dari partai. Pemerintahan kebangsaan menjadi maksud dari Sarekat Islam. Daftar usaha memuat : aksi untuk decentralisatie pemerintahan dan hak pemilihan, kemerdekaan bergerak, pertanian, persoalan uang dan pajak, persoalan sosial dan pembelaan negeri. CSI akan berjuang dalam Volksraad. Putusan ini tidak disetujui Semaun.

Dalam kongres ini telah disetujui suatu rumusan “Keterangan Pokok” (Asas) dan Program Kerja, yang mencerminkan sifat politik dari organisasi ini. Keterangan Pokok ini menyatakan kepercayaan CSI bahwa agama Islam itu membuka rasa pikiran tentang persamaan derajat manusia, di samping itu menjunjung tinggi kepada kekuasaan negeri, dengan harapan akan memperoleh pemerintahan sendiri (zelfbestuur) dalam ikatan dengan negeri Belanda. Tentang Program Kerja yang berjumlah delapan buah, satu diantaranya mengenai politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah dan perluasan hak-hak Volksraad, yang setahun lagi akan di bentuk.

Keterangan Pokok ini mengemukakan kepercayaan CSI bahwa “agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri” dan “bahwasanya itulah (Islam) sebaik-baiknya agama buat mendidik budi-pekertinya rakyat”. Partai juga memandang “agama…(sebagai) sebaik-baiknya daya-upaya (yang) boleh dipergunakan” agar “jalannya budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama budi-pekerti…” negeri atau pemerintah “hendaknya tiada terkena pengaruhnya percampuran barang sesuatu agama, melainkan hendaklah melakukan satu rupa pemandangan di atas semua agama itu”. CSI pun “tidak mengakui sesuatu golongan rakyat (penduduk) berkuasa di atas golongan rakyat (penduduk) yang lain”.

Sebelum diadakannya Kongres SI kedua, di Jakarta muncul aliran revolusioner Sosialistis yang diwakili oleh Semaun, yang pada waktu itu menjadi ketua SI lokal Semarang.

9 Desember 1917
Mengikuti jejak murid-murid Jawa dari sekolah menengah, murid-murid Sumatra mendirikan Jong Sumatranen Bond di Jakarta. Maksud tujuannya antara lain adalah memperkokoh hubungan ikatan di antara murid-murid asal dari Sumatra dan menanam keinsyafan bahwa mereka kelak akan menjadi pemimpin, dan membangunkan perhatian dan mempelajari kebudayaan Sumatra. Di antara pemimpin-pemimpinnya terdiri Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin.

Januari 1918
Sarekat Sumatra berdiri, berpolitik “cooperatie” dengan azas “kebangsaan Sumatra”. Berdiri perkumpulan Serikat Sumatra di Jakarta, tidak lama sebelum pembukaan Volksraad terjadi. Lain dengan Budi Utomo dan Pasundan, Serikat Sumatra tidak berusaha dalam lapangan kebudayaan, tetapi terus diarahkan ke jurusan politik. Perserikatan ini berusaha untuk mendapatkan perwakilan dalam Majelis Haminte, di tempat-tempat yang banyak berpenduduk orang Sumatra. Tentang agama, Serikat Sumatra berpendirian netral, demokrasi sangat disetujui dan dikemukakan, juga berpendirian memajukan perekonomian rakyat di kalangan orang Sumatra.

April 1918
SI Afdelling B yang mendapat pengaruh Komunis terdapat di Priangan (Garut). Sebagai penyalur aspirasi dan wadah kepercayaan lokal, Afdeling B bertujuan menjalankan ketentuan agama Islam secara murni, berdasarkan prinsip “billahi fiisabilil-haq”, yang berarti akan diperangi setiap orang yang menghalangi agama Islam.

18 Mei 1918
Volksraad diresmikan oleh Gubernur Jendral Van Limburg Stirum. Kongres Nasional Ketiga CSI yang diadakan di Surabaya pada tahun itu memutuskan untuk mengirimkan wakilnya dalam Volksraad. Dalam Volksraad, SI menempatkan dua orang. Cokroaminoto duduk sebagai anggota yang di angkat oleh pemerintah dan Abdul Muis sebagai anggota yang di pilih.

29 September - 6 Oktober 1918
Kongres SI Nasional yang ketiga dilangsungkan di Surabaya, memutuskan menentang pemerintah sepanjang tindakannya “melindungi Kapitalisme”, pegawai negeri Indonesia dikatakan sebagai alat, penyokong kepentingan Kapitalis. Oleh kongres dimajukan tuntutan mengadakan peraturan-peraturan sosial guna kaum buruh, untuk mencegah penindasan dan perbuatan sewenang-wenang (upah minimum, upah maksimum, lamanya bekerja dan sebagainya). Diputuskan menggerakkan semua organisasi bangsa Indonesia untuk menentang Kapitalisme, dan kongres memutuskan pula mengorganisasi kaum buruh.

Bersamaan dengan itu, berlangsung Kongres SI ketiga di Surabaya. Sementara itu, pengaruh Semaun makin menjalar ke tubuh SI.

16 Nopember 1918
Setelah Volksraad di bentuk pada tahun 1918, maka ada usaha mempersatukan aliran-aliran politik yang ada pada waktu itu, yang dapat di sebut golongan kiri. Karena itu atas prakarsa ISDV, didirikan suatu fraksi dalam Volksraad, yang di sebut Radicale Concentratie, yang kemudian bernama Politieke Concentratie didirikan dalam Volksraad. Organisasi-organisasi yang ikut di dalamnya, yaitu Insulinde, SDAP, ISDV, BU, SI dan NIP (National Indische Partij). Sudah tentu tujuan fraksi ini bermaksud menyusun “parlementaire combinatie” untuk memintakan parlemen tulen dan hak rakyat yang luas, dengan mengajak anggota-anggotanya menuntut berbagai kepentingan kepada pemerintah. Tuntutan ini dilakukan dengan cara yang sangat radikal, yaitu dengan pemogokan dan pemberontakan. Periode radikal yang dikoordinasikan oleh Komunis berlangsung dari tahun 1918-1926.

18 Nopember 1918
Gubernur Jenderal Mr. Graaf Van Limburg Stirum mengumumkan dalam Volksraad janji pemerintah akan memberi kelonggaran dalam susunan pemerintahan dan hak-hak rakyat. Hak-hak Volksraad akan di tambah.

Tahun 1918
Kongres Tri Koro Dharmo yang pertama di Solo, namanya di ubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa), yang merupakan lembaga para mahasiswa yang pertama. Maksud tujuan perkumpulan adalah membangunkan suatu persatuan Jawa Raya yang akan di capai, antara lain dengan jalan mengadakan suatu ikatan yang baik di antara murid-murid sekolah menengah bangsa Indonesia, berusaha menambah kepandaian anggota-anggota dan menimbulkan rasa cinta akan kebudayaan sendiri. Oleh karena jumlah murid-murid Jawa merupakan anggota yang terbanyak, perkumpulan Jong Java tetap bersifat Jawa.

Pada tahun yang sama, berdirilah Sumatra Thawalib, yang bertujuan untuk mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan dan pekerjaan yang berguna bagi kesejahteraan dan kemajuan dunia dan akhirat menurut Islam. Kemudian organisasi itu berubah menjadi Persatuan Muslim Indonesia, yang memperluas tujuannya “Indonesia Merdeka dan Islam Jaya”. Dalam gerakan politik mencapai Indonesia Merdeka ini, orang-orang Sumatra Thawalib tampil sebagai ujung tombaknya di Sumatra Barat.

Sementara itu, para ulama (diantaranya Syekh Sulaiman ar-Rasuly) yang tidak setuju dengan Thawalib, mendirikan Persatuan Tarbiyatul Islamiyah (PERTI) di Sumatra Barat. Organisasi ini bermadzab Syafi’i dan mematuhinya secara konsekuen. Kegiatan utamanya dalam bidang pendidikan adalah mendirikan madrasah. Komunikasi dengan anggotanya dilakukan melalui majalah SUARTI (Suara Tarbiyatul Islamiyah), al-Mizan (bahasa Arab) dan PERTI Bulletin. Organisasi ini tidak bergabung dengan organisasi lain, dan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, berdiri sebagai partai politik dengan nama Partai Tarbiyatul Islamiyah (PERTI).

Januari 1919
Gerakan SI Afdeling B yang di pimpin oleh H. Ismail mendapat izin dari SI Pusat, untuk menyebarkan organisasinya ke daerah Priangan.

Mei 1919
Dalam kongres PPPB (Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera) di Bandung, pemimpin SI Sosrokardono (merangkap ketua PPPB) menganjurkan semua perkumpulan sekerja dijadikan satu federasi dalam satu badan sentral.

5 Juni 1919
Pemberontakan di Toli-Toli (Sulawesi) dimana Controleur de Kat Angelino dan lain-lain pegawai negeri turut di bunuh. Abdul Muis di dakwa sebagai penghasutnya, karena dia berpropaganda disitu dalam bulan Mei yang lalu.

7-9 Juni 1919
Indiers Congres dari Insulinde. Diputuskan Insulinde di rubah namanya menjadi National Indische Partij (NIP).

7 Juli 1919
Perkara “Afdeling” B Garut dimana terjadi perlawanan Haji Hasan dan kawan-kawannya berhubung dengan angkutan padi (padi-requisite) oleh Pemerintah Belanda.

Terjadi peristiwa Cimareme, dimana beberapa anggota SI Afdeling B bersenjata golok datang ke Cimareme dan memberi bantuan kepada H. Hasan. Bantuan itu di pandang sebagai usaha memasukkan perlawanan H. Hasan dalam kerangka gerakan politik yang lebih luas, yaitu rencana pemberontakan Afdeling B. Akhirnya, Sekretaris SI Pusat, Sosrokardono, di tuduh pemerintah terlibat dalam gerakan Afdeling B, karena ia pernah hadir dalam rapat-rapat yang diselenggarakan oleh organisasi itu. Ia diajukan ke pengadilan dan di hukum empat tahun, sedangkan Cokroaminoto, ketua SI di tahan karena ia di tuduh memberikan keterangan palsu.

SI Pusat menolak adanya hubungan dengan Afdeling B, meskipun ada tuduhan bahwa Cokroaminoto, Sosrokardono dan pimpinan lainnya membeli jimat, yang berarti berpihak pada Afdeling B. Peristiwa Afdeling B menyulitkan kedudukan SI.

20 Juli 1919
Persidangan besar dari Radicale Concentratie di Jakarta, dimana di ambil mosi yang di kirim ke Sociale Democraten-fractie di Negeri Belanda yang membuat permintaan supaya pemerintah merubah sikapnya terhadap terdakwa-terdakwa dalam perkara Garut tersebut, oleh karena orang-orang desa itu hanya membela diri.

4 Agustus 1919
Java Instituut didirikan di Yogyakarta, bermaksud memajukan kebudayaan Jawa, Madura dan Bali.

1 September 1919
Mulai berlakunya perubahan ART-111 Regeeringsreglement, yang memuat pengakuan kebebasan rakyat akan bersidang dan berkumpul.

26-28 September 1919
Rapat umum Budi Utomo (BU) di Semarang membolehkan cabang-cabang mengadakan ranting sebagai usaha mendekati rakyat. Tindakan ini memang lalu menambah banyak cabang, akan tetapi dengan usaha ini pun BU tidak bisa menjadi perkumpulan rakyat umum, ia tetap tinggal perkumpulan lapisan atas. Pemimpin-pemimpin BU yang berpengaruh pada waktu itu adalah Dr. Rajiman Wediodiningrat dan Wuryaningrat, Dwijosewoyo dan R.M.A. Suryo Suparto (kemudian Mangkunegoro VII).

27 September 1919
Circulaire “berangusan” bagi pegawai-pegawai negeri, yang memuat larangan bagi mereka akan mengadakan propaganda politik di muka umum atau di muka ramai.

26 Oktober - 2 Nopember 1919
Kongres SI Nasional yang ke-empat di Surabaya, terutama membicarakan soal serikat kerja. Diputuskan memusatkan semua serikat kerja, antara lain supaya mengadakan Eerste Kamer (dari dewan perwakilan rakyat yang sejati) yang akan memimpin gerakan perlawanan kelas-kelas, perkumpulan-perkumpulan politik hendaklah mengadakan Tweede Kamer dari dewan itu. Kedua majelis ini akan merupakan Dewan Rakyat yang sesungguhnya. Diputuskan juga akan mengadakan beberapa Komite penyelidik, untuk mempelajari soal-soal yang penting bagi pergerakan rakyat, sebuah penyelidikan akan dipergunakan memperbaiki aksinya.

Dalam kongres ini dibicarakan tentang faedahnya pergerakan sekerja, ekonomi dan agama. Comite adat, comite pergerakan sekerja dan comite cooperatie akan mempelajari soal-soal itu.

Dalam Kongres SI ke-empat, SI memperhatikan gerakan buruh atau Serikat Sekerja (SS), karena SS akan memperkuat kedudukan partai politik dalam menghadapi pemerintah kolonial. Kemudian terbentuklah persatuan SS, yang beranggotakan SS Pegadaian dan SS Pegawai Pabrik Gula dan SS Pegawai Kereta Api.

Di dalam tahun ini pula, pengaruh Sosialis-Komunis telah masuk ke tubuh SI Pusat maupun cabang-cabangnya, setelah aliran itu mempunyai wadah dalam organisasi yang disebutnya Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV).

Sumber : http://www.islamina.blogspot.com/

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda