05 Juli 2008

Berkuasanya Para Pengkhianat

Masih adakah di negeri ini pemimpin yang memegang amanah? Masih adakah di negeri ini pemimpin yang melaksanakan amanah dengan jujur? Masih adakah di negeri ini pemimpin yang tidak berkhianat? Di mana adanya para pemimpin yang tidak menyeleweng dan berkhianat? Atau negeri ini hanyalah di huni para pemimpin yang munafik dan para pengkhianat?

Negeri ini hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Tapi dinul Islam tidak tampak atsar-nya (bekasnya) yang nyata di dalam kehidupan umat. Dalam kehidupan sehari-hari yang ada hanyalah berbagai pengkhianatan, kebohongan, tipu-menipu, kemunafikan, ketidakjujuran, tidak menepati janji, dari pejabat yang paling atas sampai bawah. Tidak ada yang dapat dipercaya lagi di negeri ini. Siapapun adanya.

Justru, pemimpin yang terang-terangan berkhianat dipilih, dihormati, dipercaya, dan didukung, bahkan mereka dielu-elukan. Malah jenis atau model pemimpin seperti ini yang digemari. Secara aklamasi pemimpin yang sudah jelas-jelas tidak amanah dan berkhianat dipilih. Kejujuran menjadi barang langka. Sifat amanah atau jujur tidak lagi menjadi penting dalam kehidupan.

Dalam khutbahnya Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Anas, beliau bersabda : ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak agama bagi orang yang tidak memegang janji”. (HR.Ahmad dan al-Bazzaar). Masih adakah di negeri ini orang-orang yang beriman dan beragama? Karena begitu banyak pengkhianatan, kebohongan, ketidak-jujuran yang terjadi.

Rasulullah SAW karena kejujurannya atau sifatnya yang sidq (jujur), beliau mendapatkan gelar : 'al-Amin'. Tapi, hari ini media dipenuhi dengan berita yang sangat menyesakkan, seorang yang memiliki nama : 'al-Amin', ditangkap oleh Tim KPK, di sebuah hotel mewah di Jakarta, bersama seorang perempuan muda, karena menerima sogok (suap). Si 'al-Amin' anggota Dewan, yang terhormat, dan anggota sebuah partai Islam, yang berlambangkan Ka'bah. Padahal, Rasulullah SAW, menyatakan : ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah”.

Pemimpin-pemimpin yang dipercaya menjalankan amanah, justru kenyataannya adalah para pengkhianat, yang tidak segan-segan mengkhianati umatnya. Pengkhianatan dari waktu ke waktu selalu terjadi. Pengkhianatan menjadi bagian dari kehidupan, yang sehari-hari seperti menu/hidangan yang terus dinikmati. Tanpa merasa berdosa.

Dalam sebuah hadist dinyatakan : ”Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti ia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji”. (HR Bukhari dan Muslim).

Adakah para pemimpin Indonesia tidak termasuk dalam hadist, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas? Presiden, wakil presiden, para menteri, anggota Legislatif, para pemimpin Partai-Partai Islam, adakah mereka orang-orang yang memegang amanah? Mengapa berbagai keburukan, seperti penyimpangan, penyelewengan, korupsi, dan berkhianat kepada umat atau rakyat, dan membela kepentingan asing merajalela di negeri ini?

Menurut Sayyid Qutb, tampuk kepemimpinan Islam masih jauh sekali, karena sudah lama umat Islam telah punah dari 'wujud'nya. Negeri-negeri muslim lama di jajah Barat, dan fikrul Islami (pemikiran Islam), digantikan pemikiran yang sekuler, yang materialis (la diniyah), dan jauh dari nilai-nilai Qur'ani, seperti yang ada sekarang ini. Akar kebobrokan, kehancuran, dan melapetaka, tak lain, akibat dari sifat yang tidak amanah, yang dimiliki para pemimpin serta sebagian umat.

Sejatinya, yang dimaksud 'umat Islam' adalah sekelompok manusia yang kehidupannya, pan-dangannya, sistemnya, nilainya, dan ukuran-ukuran yang mereka gunakan, seluruhnya bersumber dari manhaj Islam. Umat yang karakter atau modelnya seperti ini, kelahirannya ditunggu-tunggu, dan diharapkan akan muncul kembali. Karena generasi-generasi yang lalu, akibat penjajahan Barat, ideologi (aqidah) mereka telah terselubungi materialisme, dan tak mungkin lagi dapat melawan Barat. Mereka pasti menjadi kolaborator dan pengkhianat. Membangun kembali kepemimpinan Islam di masa depan, berarti menghapuskan dari dalam diri umat sifat-sifat kemunafikan, akibat adanya sifat inferior (rendah diri) dari warisan penjajah. Inilah persoalan yang asasiah (pokok), yang dihadapi kaum muslimin dan para pemimpinnya hari ini.

Indonesia yang terus menjalani proses sejarah perjalanan, dari waktu ke waktu meluncur dalam kekuasaan kehidupan materialisme, yang semakin dalam. Dari perjalannya terus bermunculan para pemimpin, dan silih berganti mereka memenenangi kekuasaan, dan mereka semuanya adalah toktoh-tokoh yang paling ekstrim dan gandrung pada materialisme. Membiarkan negeri dan umatnya hidup dalam kenistaan dan kehinaan. Membiarkan kejahiliyahan menutupi wajah kehidupan, tanpa batas. Sampai rentang kekuasaan yang mereka nikmati berakhir. Inilah tantangan yang paling penting dan paling menuntut kesabaran bagi mereka yang ingin membangun sistem Islam.

Maka, Sayyid Qutb, menawarkan perubahan secara revolusioner, dan menyeluruh. ”Tugas Islam bukanlah menyelaraskan diri dengan pandangan-pandangan jahiliyah yang menyebar di muka bumi ini,” tegasnya. Kejahiliyahan tetap kejahiliyahan. Ia adalah sebuah penyimpangan dari mengesakan dan penghambaan terhadap Allah, dan dari manhaj ilahi di dalam kehidupan ini. Kejahiliyahan adalah merupakan kesalahan fatal, mengambil sistem, syariat, undang-undang, adat-istiadat, nilai dan timbangan-timbangan dari sumber lain selain sumber ilahi. Sebaliknya, Islam adalah Islam. Tugasnya mengembalikan manusia dari kejahiliyahan menuju Islam.

Bahwa Islam adalah menghambakan manusia di hadapan Allah semata, dan dengan memberikan mereka pandangan-pandangan, keyakinan, syariat, undang-undang, nilai, dan timbangan-timbangan dari Allah semata, serta membebaskan dari belenggu perbudakan dihadapan makhluk.

Adakah Boediono, Sri Mulyani, SBY, JK, dan mereka yang dalam posisi penting, dan yang sangat menentukan arah kebijakan di negeri ini adalah orang-orang yang terbebas dari kepentingan makhluk? Apalagi, yang disebut makhluk itu adalah mereka orang-orang kafir dan munafik, yang memang ingin menjajah dan memperbudak bangsa ini?

Orang-orang atau para pemimpin yang amanah adalah mereka yang hanya menghamba kepada Allah, dan tidak kepada makhluk. Apalagi, menghamba kepada orang-orang kafir dan munafik, yang terang-terangan atau terselubung ingin merusak dan menghancurkan umat Islam dan negeri Islam.`

Sekali lagi, kejahiliyahan adalah menuhankan manusia di hadapan manusia lainnya. Sebaliknya, Islam adalah menghambakan manusia di hadapan Allah semata. Islam menolak segala bentuk keahiliyahan, baik itu konsepsi maupun kondisi yang terlahir dari konsep jahiliyah. Pilihan pun hanyalah satu : Islam atau kejahiliyahan. Tidak ada kondisi yang lain, setengah Islam dan setengahnya lagi kejahiliyahan. Sikap Islam sangatlah tegas, bahwa hanya ada satu kebenaran, tidak ada pluralitas (mendua) kebenaran atau pun relativitas kebenaran, selain kebenaran yang dari Allah adalah kesesatan. Antara Islam dan jahiliyah tidak dapat disatukan atau dilebur karena hakekat keduanya sangat lah bertentangan dan berbeda secara hakiki. Jika bukan hukum Islam adalah hukum jahiliyah. Jika bukan syariat Allah berarti hawa nafsu.

Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman: ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksaan) Allah. Dan, sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa”. (al-Jatsiyah 18-19)

Tugas Islam adalah menyingkirkan tampuk kepemimpinan jahiliyah dan menggantikan tipe pemimpin yang lebih independen dan autentik, dan tidak menjadi kepentingan orang-orang kafir dan munafik, yang memang tujuan ingin menghancurkan umat Islam dan negara Islam. Islam menginginkan lahirnya model pemimpin yang lurus dan amanah dan memimpin dengan manhajnya yang khas, dan tidak tercampur dengan kejahiliyahan.

Gambaran di masa lalu, seperti yang dicontohkan Rabi' bin Amir saat ditanya oleh Jenderal Rustum, pemimpin pasukan Persia. ”Apa yang membuatmu datang ke sini?” tanya Rustum. Rabi' menjawab : ”Allah telah mengutus kami agar kami menyelamatkan orang-orang yang ia inginkan dari hamba-hamba-Nya yang hanya menghamba kepada Allah semata. Dari kesempitan dunia kepada kelapangan dunia dan akhirat, dari kelaliman agama-agama pada keadilan Islam,” tegasnya.

Umat Islam dan bangsa Indonesia tidak meng-inginkan para pengkhianat dan kaki tangan asing bercokol di negeri ini. Umat Islam bukanlah mereka yang hanya pandai menjual negeri ini dan para pemimpin yang hanya pandai menjual negara kepada asing. Tapi, tipe pemimpin seperti yang dicontohkan Rabi' bin Amir.

Wallahu 'alam. [mashadi/www.suara-islam.com]

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda