26 Juli 2008

DEMOCRAZY

Oleh : Pane Fakhri

Kebaikan hati adalah ketidakmampuan untuk tetap tenteram jika ada orang lain merasa gelisah; ketidakmampuan untuk tetap merasa nyaman jika ada orang merasa tidak nyaman; ketidakmampuan untuk tetap berperasaan enak apabila seorang tetangga sedang gundah.
(Samuel H. Holdenson)


Di saat para ”demokrat” dan ”pengusaha demokrasi” tengah hiruk pikuk bermandi uang, banyak orang merasa kalah dan menyingkir dari dunia. Dalam tempo empat bulan saja, di sebuah wilayah sudah 28 orang bunuh diri karena miskin.

“Demokrasi itu mahal Bung. Untuk pemilihan internal saja, Obama sudah habis Rp 2 triliun,” kilah Rizal Mallarangeng, bos Fox Indonesia yang me-manage iklan pencitraan diri Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir (SB).

Hmm, Amerika memang pujaan para darling-nya. “I love The United States, with all its faults. I consider it my second country, ” ikrar Pak SBY sebelum menjadi Presiden RI, seperti dikutip The International Herald Tribune.

Tak usah heran bila harga BBM kita ”harus” mirip Amerika punya. Misalnya, di AS bensin harganya 3,2 USD per gallon atau Rp 8.000/liter. Di Indonesia, harga Pertamax Rp 10.000/liter. Bensin sementara ini memang masih Rp 6000/liter. Tapi, nantinya bakal disamakan dengan harga dunia, sehingga para buruh kita di SPBU-SPBU asing itu tidak lagi banyak nganggur seperti sekarang ini. Tunggu saja tanggal mainnya.

Yang kita agak kurang tahu diri, Indonesia tekor jauh bila harus mengejar Amerika. Sebab, contohnya, GNP Indonesia cuma 1.110 USD/kapita dibanding AS yang mencapai 37.870 USD/kapita.

Garis kemiskinan di Indonesia hanya Rp 166.697 per kapita per bulan (0,58 USD/hari). Atau untuk keluarga dengan 2 orang anak sekitar 850 USD/ tahun. Sedangkan di AS 20.444 USD.

Dengan garis kemiskinan yang sangat rendah itu, jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin ”cuma” 37 juta. Jika mengikuti garis kemiskinan mutlak versi Bank Dunia US$ 1 per hari, jumlahnya sekitar 63 juta lebih. Malah mencapai 126 juta jiwa atau sekitar separo penduduk keseluruhan bila memakai garis kemiskinan moderat Bank Dunia US$ 2 per hari.

Di AS, upah minimum rata-rata (UMR) besarnya 5,85 USD per jam atau 982 USD/bulan (Rp 9,2 juta). Sementara UMR di Jakarta hanya sekitar Rp 900.560/bulan, dan di Yogyakarta cuma Rp 500 ribu/bulan.

Begitupun, seperti di-helah Rizal tadi, demokrasi kita tak mau kalah dari Amerika. Lihat saja biaya Pilgub Jabar, menghabiskan lebih dari Rp 500 miliar. Ketua Harian Panitia Anggaran DPRD I Jabar, HMQ Iswara, memperkirakan biaya politik tiap pasangan cagub-cawagub mencapai Rp 60 miliar (Pikiran Rakyat, 1/4).

Untuk pesta demokrasi 2008-2009, KPU (Komisi Pemilihan Umum) menganggarkan biaya Rp 47,9 triliun. Berasal dari APBN Rp 22,3 triliun dan dari APBD Rp 25, 6 triliun.

Menurut Associate Media Director Hotline Advertising, Zainul Muhtadin, untuk Pemilu 2009 biaya iklan kampanye tiap calon minimal Rp 100 miliar (tempointeraktif.com 24/01/08).

Lalu berapa ratus miliar duit yang digelontorkan SB lewat Fox untuk mejeng ratusan kali sehari di televisi dan radio pada jam utama, juga di media cetak, media luar ruang, hingga bioskop kelas atas?

“Biar tak pusing sendiri, Anda sebaiknya tak usah tanya berapa uang yang saya keluarkan. Toh, Anda tak akan mampu menghitung,” ujar Soetrisno kepada kader PAN. “Kalau banyak orang kesulitan mencari uang, alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk terus mencari celah mengeluarkan uang,” ucap pengusaha ini (Jawapos, 26/5). Tahun lalu, Presiden SBY pernah mengeluhkan ongkos demokrasi Indonesia yang kelewat mahal. Lebih mahal dibanding anggaran mengentaskan orang miskin.

Presiden mengungkapkan, biaya mengentaskan kemiskinan mencapai Rp 57 triliun pada 2007. Naik dari Rp 17 triliun pada 2004, Rp 24 triliun pada 2005, dan Rp 41 triliun pada 2006.

“Apa iya pemilihan umum legislatif dan pilpres sampai puluhan triliun rupiah, masya Allah, kok mahal bener,” kata Presiden, saat membekali peserta Program Pendidikan Regular Angkatan ke-40 Lembaga Ketahanan Nasional, di Istana Negara (6/12/07).

Tak pelak, korupsi pejabat marak sebagai akibat perjudian politik yang mereka lakukan untuk mengejar jabatan. Apa tidak memalukan, bila banyak pejabat dan mantan pejabat pusat maupun daerah menjadi pesakitan korupsi. Bahkan kamar kerja anggota dewan yang terhormat pun sampai digeledah segala rupa.

Di saat para ”demokrat” dan ”pengusaha demokrasi” tengah hiruk pikuk bermandi uang, banyak orang merasa kalah dan menyingkir dari dunia. Kepala Kepolisian Wilayah (Kapolwil) Banyumas, Kombes Pol Boy Salamudin, misalnya, terperanjat dengan banyaknya kasus bunuh diri di wilayah kerjanya. Bayangkan saja, hanya dalam tempo empat bulan, Januari-April 2008, sudah 28 orang bunuh diri. Padahal, sepanjang tahun 2007 terjadi ”hanya” 59 kasus bunuh diri.

”Semua kasus bunuh diri yang terjadi di jajaran Polwil Banyumas, ternyata karena kemiskinan. Kita harus berbuat sesuatu untuk menghentikannya,” ujar Kapolwil.

Benar kata pepatah: Al faqr huwa al maut al akbar. Kefakiran adalah kematian besar. Bahkan seperti diingatkan Nabi SAW: Kaadza al faqr an yakuna kufra. Kefakiran tak jauh dari kekufuran.

Karena itu, pemimpin yang bertanggungjawab seperti para Khalifah, memilih menjadi orang yang pertama lapar dan terakhir kenyang. Pertama miskin, terakhir cukup. Mereka adalah negarawan, bukan pembunuh rakyat.

Khalifah Abu Bakar misalnya, hanya bersedia menerima gaji dan fasilitas jabatan yang pas-pasan saja. Kalaulah tidak dilarang karena bakal menimbulkan konflik kepentingan dan fitnah, ia lebih suka berdagang sendiri untuk menafkahi keluarganya. Ketika mendapati istrinya masih sempat menabung dari sisa uang belanja, Abu Bakar terkejut. Ia langsung meminta pengurangan gaji.

Menjelang wafat, beliau berpesan kepada Abdurrahman putranya, ”Aku sudah bilang kepada Umar kalau aku tidak mau makan harta kaum muslimin. Tapi dia memaksaku memberi gaji dari Baitul Maal selama aku menjadi khalifah. Aku telah menerima gaji 8000 dirham selama memerintah, tolong kembalikan semuanya ke Baitul Maal.”

Setelah Abu Bakar wafat, Abdurrahman menyampaikan wasiat ayahnya kepada Khalifah Umar. Ia menyerahkan ke kas negara uang sebesar 8000 dirham berikut fasilitas yang pernah diterima Khalifah Abu Bakar berupa seorang budak, seekor unta, dan sebuah permadani usang. Maka menangislah Khalifah Umar seraya berkata, ”Semoga Allah memberkati Abu Bakar. Sungguh, ia telah mempersulit para khalifah penggantinya.”

Umar bin Khattab pun sama saja. Ketika harga sembako naik, anggota dewan syura seperti Ali bin Abi Tahlib, Usman bin Affan, Thalhah, dan Zubair, berunding. Mereka sepakat, Khalifah Umar selayaknya mendapat gaji yang lebih sesuai dengan biaya hidup. Istilah sekarang mah: Cola (cost of living adjusment).

Tapi ketika Hafsah menyampaikan keputusan Majelis Syura itu, Umar bin Kahttab justru marah besar. ”Siapa yang mengajarimu ngomong begini? Demi Allah, kalau aku tahu siapa yang menyuruhmu, niscaya akan kuhajar dia,” hardik Umar pada putrinya.

Khalifah Umar memberi teladan elok, sehingga pada masanya sejumlah gubernur membersihkan kekayaan mereka dengan menyerahkan setengah hartanya ke Baitul Maal. Mereka adalah Gubernur Amr bin Ash (Mesir), Nu’man bin Adiy (Meisan), Nafi bin Amar (Mekah), Sa’ad bin Abi Waqqash (Kufah), Ya’laa bin Munabbih (Yaman), dan Gubernur Khalid bin Walid (Syam). Apa boleh buat, kita lebih suka berkiblat ke Amerika ketimbang ke Abu Bakar atau Umar bin Khattab.

05 Juli 2008

Berkuasanya Para Pengkhianat

Masih adakah di negeri ini pemimpin yang memegang amanah? Masih adakah di negeri ini pemimpin yang melaksanakan amanah dengan jujur? Masih adakah di negeri ini pemimpin yang tidak berkhianat? Di mana adanya para pemimpin yang tidak menyeleweng dan berkhianat? Atau negeri ini hanyalah di huni para pemimpin yang munafik dan para pengkhianat?

Negeri ini hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Tapi dinul Islam tidak tampak atsar-nya (bekasnya) yang nyata di dalam kehidupan umat. Dalam kehidupan sehari-hari yang ada hanyalah berbagai pengkhianatan, kebohongan, tipu-menipu, kemunafikan, ketidakjujuran, tidak menepati janji, dari pejabat yang paling atas sampai bawah. Tidak ada yang dapat dipercaya lagi di negeri ini. Siapapun adanya.

Justru, pemimpin yang terang-terangan berkhianat dipilih, dihormati, dipercaya, dan didukung, bahkan mereka dielu-elukan. Malah jenis atau model pemimpin seperti ini yang digemari. Secara aklamasi pemimpin yang sudah jelas-jelas tidak amanah dan berkhianat dipilih. Kejujuran menjadi barang langka. Sifat amanah atau jujur tidak lagi menjadi penting dalam kehidupan.

Dalam khutbahnya Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Anas, beliau bersabda : ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak agama bagi orang yang tidak memegang janji”. (HR.Ahmad dan al-Bazzaar). Masih adakah di negeri ini orang-orang yang beriman dan beragama? Karena begitu banyak pengkhianatan, kebohongan, ketidak-jujuran yang terjadi.

Rasulullah SAW karena kejujurannya atau sifatnya yang sidq (jujur), beliau mendapatkan gelar : 'al-Amin'. Tapi, hari ini media dipenuhi dengan berita yang sangat menyesakkan, seorang yang memiliki nama : 'al-Amin', ditangkap oleh Tim KPK, di sebuah hotel mewah di Jakarta, bersama seorang perempuan muda, karena menerima sogok (suap). Si 'al-Amin' anggota Dewan, yang terhormat, dan anggota sebuah partai Islam, yang berlambangkan Ka'bah. Padahal, Rasulullah SAW, menyatakan : ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah”.

Pemimpin-pemimpin yang dipercaya menjalankan amanah, justru kenyataannya adalah para pengkhianat, yang tidak segan-segan mengkhianati umatnya. Pengkhianatan dari waktu ke waktu selalu terjadi. Pengkhianatan menjadi bagian dari kehidupan, yang sehari-hari seperti menu/hidangan yang terus dinikmati. Tanpa merasa berdosa.

Dalam sebuah hadist dinyatakan : ”Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti ia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji”. (HR Bukhari dan Muslim).

Adakah para pemimpin Indonesia tidak termasuk dalam hadist, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas? Presiden, wakil presiden, para menteri, anggota Legislatif, para pemimpin Partai-Partai Islam, adakah mereka orang-orang yang memegang amanah? Mengapa berbagai keburukan, seperti penyimpangan, penyelewengan, korupsi, dan berkhianat kepada umat atau rakyat, dan membela kepentingan asing merajalela di negeri ini?

Menurut Sayyid Qutb, tampuk kepemimpinan Islam masih jauh sekali, karena sudah lama umat Islam telah punah dari 'wujud'nya. Negeri-negeri muslim lama di jajah Barat, dan fikrul Islami (pemikiran Islam), digantikan pemikiran yang sekuler, yang materialis (la diniyah), dan jauh dari nilai-nilai Qur'ani, seperti yang ada sekarang ini. Akar kebobrokan, kehancuran, dan melapetaka, tak lain, akibat dari sifat yang tidak amanah, yang dimiliki para pemimpin serta sebagian umat.

Sejatinya, yang dimaksud 'umat Islam' adalah sekelompok manusia yang kehidupannya, pan-dangannya, sistemnya, nilainya, dan ukuran-ukuran yang mereka gunakan, seluruhnya bersumber dari manhaj Islam. Umat yang karakter atau modelnya seperti ini, kelahirannya ditunggu-tunggu, dan diharapkan akan muncul kembali. Karena generasi-generasi yang lalu, akibat penjajahan Barat, ideologi (aqidah) mereka telah terselubungi materialisme, dan tak mungkin lagi dapat melawan Barat. Mereka pasti menjadi kolaborator dan pengkhianat. Membangun kembali kepemimpinan Islam di masa depan, berarti menghapuskan dari dalam diri umat sifat-sifat kemunafikan, akibat adanya sifat inferior (rendah diri) dari warisan penjajah. Inilah persoalan yang asasiah (pokok), yang dihadapi kaum muslimin dan para pemimpinnya hari ini.

Indonesia yang terus menjalani proses sejarah perjalanan, dari waktu ke waktu meluncur dalam kekuasaan kehidupan materialisme, yang semakin dalam. Dari perjalannya terus bermunculan para pemimpin, dan silih berganti mereka memenenangi kekuasaan, dan mereka semuanya adalah toktoh-tokoh yang paling ekstrim dan gandrung pada materialisme. Membiarkan negeri dan umatnya hidup dalam kenistaan dan kehinaan. Membiarkan kejahiliyahan menutupi wajah kehidupan, tanpa batas. Sampai rentang kekuasaan yang mereka nikmati berakhir. Inilah tantangan yang paling penting dan paling menuntut kesabaran bagi mereka yang ingin membangun sistem Islam.

Maka, Sayyid Qutb, menawarkan perubahan secara revolusioner, dan menyeluruh. ”Tugas Islam bukanlah menyelaraskan diri dengan pandangan-pandangan jahiliyah yang menyebar di muka bumi ini,” tegasnya. Kejahiliyahan tetap kejahiliyahan. Ia adalah sebuah penyimpangan dari mengesakan dan penghambaan terhadap Allah, dan dari manhaj ilahi di dalam kehidupan ini. Kejahiliyahan adalah merupakan kesalahan fatal, mengambil sistem, syariat, undang-undang, adat-istiadat, nilai dan timbangan-timbangan dari sumber lain selain sumber ilahi. Sebaliknya, Islam adalah Islam. Tugasnya mengembalikan manusia dari kejahiliyahan menuju Islam.

Bahwa Islam adalah menghambakan manusia di hadapan Allah semata, dan dengan memberikan mereka pandangan-pandangan, keyakinan, syariat, undang-undang, nilai, dan timbangan-timbangan dari Allah semata, serta membebaskan dari belenggu perbudakan dihadapan makhluk.

Adakah Boediono, Sri Mulyani, SBY, JK, dan mereka yang dalam posisi penting, dan yang sangat menentukan arah kebijakan di negeri ini adalah orang-orang yang terbebas dari kepentingan makhluk? Apalagi, yang disebut makhluk itu adalah mereka orang-orang kafir dan munafik, yang memang ingin menjajah dan memperbudak bangsa ini?

Orang-orang atau para pemimpin yang amanah adalah mereka yang hanya menghamba kepada Allah, dan tidak kepada makhluk. Apalagi, menghamba kepada orang-orang kafir dan munafik, yang terang-terangan atau terselubung ingin merusak dan menghancurkan umat Islam dan negeri Islam.`

Sekali lagi, kejahiliyahan adalah menuhankan manusia di hadapan manusia lainnya. Sebaliknya, Islam adalah menghambakan manusia di hadapan Allah semata. Islam menolak segala bentuk keahiliyahan, baik itu konsepsi maupun kondisi yang terlahir dari konsep jahiliyah. Pilihan pun hanyalah satu : Islam atau kejahiliyahan. Tidak ada kondisi yang lain, setengah Islam dan setengahnya lagi kejahiliyahan. Sikap Islam sangatlah tegas, bahwa hanya ada satu kebenaran, tidak ada pluralitas (mendua) kebenaran atau pun relativitas kebenaran, selain kebenaran yang dari Allah adalah kesesatan. Antara Islam dan jahiliyah tidak dapat disatukan atau dilebur karena hakekat keduanya sangat lah bertentangan dan berbeda secara hakiki. Jika bukan hukum Islam adalah hukum jahiliyah. Jika bukan syariat Allah berarti hawa nafsu.

Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman: ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksaan) Allah. Dan, sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa”. (al-Jatsiyah 18-19)

Tugas Islam adalah menyingkirkan tampuk kepemimpinan jahiliyah dan menggantikan tipe pemimpin yang lebih independen dan autentik, dan tidak menjadi kepentingan orang-orang kafir dan munafik, yang memang tujuan ingin menghancurkan umat Islam dan negara Islam. Islam menginginkan lahirnya model pemimpin yang lurus dan amanah dan memimpin dengan manhajnya yang khas, dan tidak tercampur dengan kejahiliyahan.

Gambaran di masa lalu, seperti yang dicontohkan Rabi' bin Amir saat ditanya oleh Jenderal Rustum, pemimpin pasukan Persia. ”Apa yang membuatmu datang ke sini?” tanya Rustum. Rabi' menjawab : ”Allah telah mengutus kami agar kami menyelamatkan orang-orang yang ia inginkan dari hamba-hamba-Nya yang hanya menghamba kepada Allah semata. Dari kesempitan dunia kepada kelapangan dunia dan akhirat, dari kelaliman agama-agama pada keadilan Islam,” tegasnya.

Umat Islam dan bangsa Indonesia tidak meng-inginkan para pengkhianat dan kaki tangan asing bercokol di negeri ini. Umat Islam bukanlah mereka yang hanya pandai menjual negeri ini dan para pemimpin yang hanya pandai menjual negara kepada asing. Tapi, tipe pemimpin seperti yang dicontohkan Rabi' bin Amir.

Wallahu 'alam. [mashadi/www.suara-islam.com]

Inilah ciri-ciri KBS -Khawarij Berbaju Salafy-

1. Mereka hidup secara ekskusif, menyingkir dari kehidupan masyarakat. Mereka tidak mau tahu kondisi masyarakat, misalnya ekonomi, sosial, politik, pergaulan, pendidikan, komunikasi, dst. Kalau kita ajak bicara tentang masalah-masalah umum, mereka anggap semua itu “bukan masalah din”, jadi tidak perlu dipikirkan. Padahal sumber kemusyrikan, kekafiran, maksiyat, kesesatan, dll. sangat banyak dari masalah-masalah keduniaan. Dalam pergaulan, mereka sangat eksklusif, memisahkan diri dari masyarakat. Hal ini sama dengan perilaku Khawarij ketika mereka memisahkan diri dari Ummat Islam dan membuat markas di Nahrawan.

2. Mereka menghidupkan manhaj kebencian. Mereka sangat memusuhi orang-orang di luar kelompoknya. Mereka mudah menuduh orang lain “ahli bid’ah”, “bukan Salafiyah”, “hizbi”, “Sururi”, “Ikhwani”, dst. Itu tuduhan standar mereka. Tidak ada yang selamat dari kebencian mereka, selain dirinya sendiri. Khawarij dulu juga seperti itu, mereka membenci bahkan mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompoknya.

3. Mereka menggunakan kalimat “Mengikuti pemahaman Salafus Shalih” untuk menyesatkan manusia. Istilah Salaf, manhaj Salafiyah, atau Dakwah Salaf, bukan dimanfaatkan untuk menyebarkan kebajikan sebanyak-banyaknya, tetapi dipakai untuk menyesatkan orang-orang lugu agar terjerumus bersama kesesatan mereka. Persis seperti dulu ketika Ali bin Abi Thalib (Ra) mengkomentari kelakuan para Khawarij yang memakai ayat Al Qur’an untuk tujuan kesesatan, “Kalimatul haqq yuridu bihil bathil” (perkataan yang benar tetapi ditujukan untuk kebathilan).

4. Mereka berani menghalalkan hak-hak Ummat Islam yang telah dilindungi oleh Syariat. Saat ini yang sangat kelihatan adalah: menghalalkan kehormatan Ummat Islam, khususnya para dai dan lembaga-lembaga Islam. Sampai-sampai lembaga netral seperti DDII tidak selamat dari serangan najis mereka. Padahal Nabi (Saw.) sudah mengatakan, “Setiap Muslim atas Muslim yang lain, diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim). Tapi kita tidak usah berdalil dengan Sunnah di hadapan mereka. Hati mereka sudah terlalu angkuh untuk menerima nasehat Al Qur’an dan Sunnah. Khawarij dulu juga seperti itu, mereka menghalalkan darah Ummat Islam.

5. Mereka sangat ghuluw (melampaui batas) dalam beramal. Mereka sangat-sangat peka dalam perkara fotografi makhluk bernyawa (foto manusia), celana di bawah mata kaki, nasyid Islami, melinting lengan baju, memakai cadar, memakai celana dalam Shalat, dan lain-lain perkara yang masih menjadi perdebatan. Tetapi ketika menuduh “ahli bid’ah”, mengkafirkan Ahlul Islam (seperti Luqman Ba’abduh), membongkar aib para dai, memecah belah Ummat, menyebarkan kebencian, bahkan mengintimidasi Muslim, justru atas semua itu mereka sangat menikmati. Laa ilaha illallah. Dulu Khawarij bertanya ke Ibnu Abbas (Ra.) tentang hukum membunuh nyamuk, tetapi mereka tidak bertanya tentang hukum membunuh cucu Rasulullah (Saw), yaitu Hushain bin Ali (Ra.), yang mereka lakukan. Maksudnya, atas hasutan Khawarij itu pula akhirnya Hushain terbunuh di Karbala, lalu kepalanya dipancung. Innalillah wa inna ilaihi ra’jiun.

6. Mereka mengkafirkan sesama Muslim. Mereka bermudah-mudah mengeluarkan manusia dari Manhaj Salafiyah, padahal Salafiyah adalah Islam itu sendiri. Mereka menghalalkan penghinaan, celaan, membuka aib-aib, tahdzir, dan hajr kepada ahli bid’ah. Jangankan bermuamalah dengan “ahli bid’ah”, sekedar berjabatan tangan secara tak sengaja saja, kita bisa dituduh ikut “ahli bid’ah”. Luqman Ba’abduh sendiri dalam buku MAT mengkafirkan kaum Muslimin, khususnya Daulah Utsmaniyyah dan kaum Muslimin Mesir. Ya, Khawarij dulu juga seperti itu. Bahkan lebih terang-terangan.

7. Mereka sangat keras kepala. Jika ada manusia yang ngeyel, inilah orangnya. Mereka sangat-sangat ngeyel, tidak mau rujuk kepada kebenaran. Meskipun kita memberikan nasehat sehebat apapun, kalau kita bukan dari golongan mereka, nasehat itu akan dibuang ke tempat sampah. Tidak kurang apa saya telah menyampaikan nasehat lewat DSDB, tetapi kesesatan mereka tidak berkurang. Mereka meyakini, “Hanya Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muqbil saja yang memiliki kebenaran. Selain mereka (atau yang semisal mereka), bathil.” Sikap seperti ini sebenarnya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah (komitmen kepada kebenaran, dari arah manapun datangnya). Khawarij dulu juga begitu. Mereka sudah dinasehati Ibnu Abbas (Ra.), tetapi tetap keras kepala.

8. Mereka menyebarkan permusuhan di kalangan Ummat Islam. Ini sangat jelas, tidak diragukan lagi. Lihatlah salafy.or.id, buku MAT dan MDMTK, blog Fakta, blog ‘Tuk Pencari Al Haq’, majalah Asy Syariah, dll. Itu adalah bukti yang tak bisa dibantah lagi. Mau membantah bagaimana, bukti sudah menyebar ke seantero dunia? Khawarij dulu juga seperti itu. Mereka menyebarkan permusuhan, mengobarkan peperangan, bahkan mereka membunuh Khalifah Utsman (Ra) dan Khalifah ‘Ali (Ra).

9. Ibadah mereka menakjubkan. Harus diingat, dulu Khawarij sangat hebat dalam Shalat, puasa, maupun membaca Al Qur’an. Kata Ibnu Abbas (Ra), tubuh mereka kurus-kurus karena sangat sering puasa, mata mereka celong karena banyak bangun di malam hari, pakaian mereka kumal karena zuhud. Khawarij gaya baru juga seperti itu, meskipun ibadahnya tidak sehebat Khawarij masa lalu. Kita kalau bersanding bersama Khawarij modern itu, kita akan merasa ‘kecil hati’ melihat ibadah kita. Tetapi Nabi (Saw.) menegaskan, “Mereka keluar dari agama ini seperti melesatnya anak panah dari busurnya.”

10. Mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar. Ini ciri Khawarij yang tidak boleh diabaikan. Mereka bukan hanya berbeda pendapat dengan Shahabat (Ra), bahkan mengkafirkan para Shahabat dan menghalalkan darahnya. Mengapa itu terjadi? Sebab mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar. Itu pula yang terjadi di jaman ini. Tidak ada yang selamat dari serangan orang-orang dungu itu, selain diri mereka sendiri.

11. Mereka menuduh orang lain sesat, padahal kesesatan di pihak mereka. Ya, kita semua sudah tahu bagaimana kelakuan orang-orang Khawarij yang mengatasnamakan Salafi ini. Mereka menuduh orang lain “ahli bid’ah”, padahal mereka itulah ahli bid’ah; mereka menuduh orang lain “hizbi”, padahal diri mereka sendiri a’zhamul hizbi minal ahzab (sebesar-besarnya hizbi sejati); mereka menuduh orang lain Khawarij, padahal tuduhan itu sejatinya lebih pantas mereka sandang sendiri. Dulu Khawarij menuduh Khalifah Ali (Ra) dan para Shahabat telah kafir, padahal kekafiran di pihak mereka sendiri.

12. Mereka memerangi Ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan (penyembah berhala). Ini perkara lain lagi yang sangat nyata dalam diri kaum Khawarij ini. Kerjaan mereka tidak pernah lepas dari memusuhi gerakan-gerakan Islam, memusuhi lembaga-lembaga Islam, memusuhi para dai dan individu-individu Muslim. Kerjaan mereka tidak lepas dari itu. Itulah “jihad akbar” mereka. Sekiranya mereka memegang kekuasaan, sangat yakin mereka akan memerangi saya, Anda, dan kita semua. Hanya soal waktu saja. Tetapi lihatlah, apakah mereka pernah merugikan orang kafir seperti itu? Tidak sama sekali. Mereka bikin Laskar Jihad (LJ) karena memang ada “pesanan” untuk menangkal RMS; selain itu, mereka ingin menjadi “pahlawan” biar dakwahnya sukses di Indonesia. Saya bersyukur kepada Allah, Laskar Jihad hancur lebur. Kalau tidak, Ummat Islam akan mengangkat mereka sebagai “pahlawan”. Sama saja dengan Ba’abduh, dia serang semua organisasi Islam di Indonesia yang tidak sesuai syahwatnya, adapun dia tidak tampak kontribusinya dalam mendakwahi orang-orang Hindu di Bali. Jember tempat Si Luqman Al Fasid ini kan sangat dekat dengan Bali.

13. Mereka sangat lancang di hadapan hujjah kebenaran. Jangankan pendapat saya, Anda, dan para dai di Indonesia, Al Qur’an dan Sunnah shahihah pun siap mereka belakangi, jika tidak sesuai hawa nafsunya. Banyak fatwa-fatwa ulama besar Saudi yang telah memperingatkan mereka, termasuk fatwa almarhum Syaikh Bin Baz (rah). Tetapi semua itu dilempar ke tong sampah. Namun kita jangan merasa heran dengan semua ini, sebab pendahulu mereka juga seperti itu. Dulu Dzul Khuwaisirah pernah menghardik Rasulullah (Saw): “Berbuat adil-lah kamu, Muhammad!” Dalam buku DSDB II, hal. 292-294 Ustadz Abduh menukil sebuah kejadian di kalangan Syaikh Rabi’ Cs. Disitu saja Rabi’ berani melecehkan Syaikh Bin Baz rahimahullah. Ya, begini ini modelnya kaum Khawarij.

14. Mereka bersikap sangat pecundang. Nah, ini salah satu ciri lain bahwa iman mereka telah rusak, yaitu sikap pecundang (pengecut). Mereka sangat berbisa mulut dan tulisan-tulisannya. Mereka perlakukan orang lain seperti boneka-boneka tak bernyawa. Ketika ditantang debat terbuka, tak mau; diajak dialog, tak mau; bahkan ditantang mubahalah, juga tak mau. Sangat menakjubkan, ketika mereka terdesak dalam perang pemikiran, mereka menyebarkan secara terbuka data-data informasi privacy keluarga kami. Bahkan terakhir, mereka memfitnah saya telah menawarkan kerjasama ke forum gereja, padahal saya menulis e-mail ke perusahaan-perusahaan dalam rangka muamalah bisnis. Sangat sangat sangat pecundang. Khawarij dulu juga begitu, mereka pecundang, suka dengan cara-cara yang sifatnya tidak ksatria. Mereka membunuh Khalifah Ali (Ra) dan hendak membunuh Amr bin Ash (Ra) dan Muawiyah (Ra).

15. Bagaimanapun, orang-orang ini sangat bodoh. Ini juga ciri lain dari Khawarij. Kalau Anda membaca buku MAT karya Si Dhalal Luqman Ba’abduh, Anda akan ketawa melihat cara dia menulis buku. Satu bagian membantah bagian yang lain. Dia mencela orang-orang yang menentang Dinasti Saud dengan celaan yang sangat sangat hebat, katanya memberontak kepada Ulil Amri. Tetapi saat yang sama dia menuduh Daulah Utsmani di Turki dengan perkataan “besi rongsokan yang jelek”. Padahal Daulah Utsmaniyyah adalah Ulil Amri kaum Muslimin, sebelum berdirinya Kerajaan Saudi. Si Fasid bin Dhalal, Luqman Ba’abduh itu, juga mencela habis-habisan Safar Hawali yang mengambil berita-berita dari orang kafir. Sementara Luqman sendiri dalam buku MAT juga mengambil berita dari CNN dan lainnya. Darimana dia tahu istilah “Attack” dari peristiwa WTC 11 September 2001 kalau tidak dari CNN? Banyak contoh lain. Ya begitulah Khawarij sejati, seperti para pendahulunya. Mereka tak mau makan korma yang ditemukan di jalan, takut syubhat; tetapi mereka berani membunuh putra Khabab bin ‘Arat (Ra) dan membunuh isterinya yang sedang hamil.

Saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa orang-orang ini adalah KBS, Khawarij Berbaju Salafi. Mereka sama bahayanya dengan para penganut agama Liberal. Kalau Liberaliyun menyerang Islam dari luar, kaum KBS ini menyerang dari dalam.

Wallahu a’lam bisshawaab.

Ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah Ar Rahiim, insya Allah. Maka aku tidak akan ragu untuk memasukinya. Akhirul kalam, tawakkaltu ‘alallah laa haula wa laa quwwata illa billah. Hasbunallah wa nikmal Wakil nikmal Maula wa nikman Nashir.

SALAFY = HIZBY ???

INILAH HADDADIYYAH…!!! KENALILAH DAN WASPADALAH DARINYA


Menyingkap Karakter Haddadiyah Yang Tersembunyi Pada Pengaku-ngaku Salafiyah Yang Hakikatnya Adalah Hizbiyah Yang Membinasakan


Pendahuluan
Segala puji hanyalah milik Alloh yang telah menjadikan kekosongan zaman dari para Rasul dengan tetap eksisnya para ulama, yang mengajak orang yang tersesat kepada petunjuk, yang sangat sabar di dalam menghadapi aral rintangan yang menghadang. Mereka hidupkan orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah, dan menerangi orang-orang yang buta (mata hatinya) dengan cahaya Alloh.

Betapa banyak korban sembelihan iblis yang telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang bingung yang tersesat mereka beri petunjuk. Aduhai, betapa besar jasa mereka kepada manusia, namun betapa buruk balasan manusia kepada mereka. Mereka tepis penyimpangan (tahrif) terhadap Kitabullah dari orang-orang yang ekstrim (ghuluw), kedustaan para pembuat kebatilan dan penyelewengan (penakwilan) orang-orang yang bodoh, yang mana mereka semua ini adalah pengibar kebid’ahan, penyebar virus fitnah, mereka berbicara dengan syubuhat (kesamar-samaran) dan menipu manusia dengan syubhat-syubhat yang mereka sebarkan. Kita berlindung kepada Alloh dari fitnah orang-orang yang sesat ini.

Saya bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq untuk disembah kecuali Alloh yang berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain…” (QS al-Hujurat : 12), dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, kesayangan dan kecintaan-Nya, dan sebaik-baik makluk-Nya, yang ditugaskan untuk menyampaikan risalah dan memenuhi amanah, menasehati ummat dan berjihad di jalan Alloh dengan sebenar-benarnya jihad. Semoga Alloh memberikan Sholawat (dan Salam) kepada beliau, kepada keluarga beliau dan kepada para sahabat beliau yang baik lagi suci, serta kepada siapa saja yang menauladani mereka dengan lebih baik dan meniti jejak mereka hingga datangnya hari kiamat, dan semoga kami bersama mereka dengan kemurahan-Mu wahai Dzat yang maha paling penyayang… Setelah itu :

Alloh Azza wa Jalla berfirman :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (an-Nahl : 125)

Al-Imam al-‘Allamah Ibnu Baz rahimahullahu berkata di dalam Ad-Da’watu ilallohi wa Akhlaaqud Du’aat menjelaskan ayat di atas :

“Alloh Yang Maha Suci menjelaskan bagaimana cara/kaifiat yang sepatutnya bagi seorang da’i di dalam mengkarakteristiki cara dakwahnya dan menitinya, yaitu hendaklah dimulai pertama kali dengan hikmah, dan yang dimaksud dengan hikmah adalah dalil-dalil argumentasi yang tegas lagi terang yang dapat menyingkap kebenaran dan menolak kebatilan. Dengan demikian sebagian ulama ahli tafsir menafsirkan al-Hikmah dengan Al-Qur’an, dikarenakan Al-Qur’an merupakan hikmah yang paling agung, dan juga di dalam al-Qur’an terdapat penjelas dan penerang kebenaran dengan bentuk yang paling sempurna. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa maknanya adalah dengan dalil-dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah.”

[Lihat : Ad-Da’watu ilalloh wa Akhlaq ad-Du’aat oleh Imam Ibnu Baz rahimahullahu, download dari Maktabah Sahab as-Salafiyah : www.sahab.org. ]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

“Agama itu nasehat“, beliau ditanya : “bagi siapa wahai Rasulullah?”, Rasulullah menjawab : “Bagi Alloh, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan masyarakat umum.” (HR Muslim dari Tamim ad-Dari).

Imam Yahya bin Mu’adz ar-Razi rahimahullahu berkata :

“Bagaimana mungkin aku diselamatkan oleh amal perbuatanku sedangkan aku berada di antara kebaikan dan kejelekan? Perbuatan jelekku tiada kebaikan padanya sedangkan perbuatan baikku tercemar oleh kejelekan dan Engkau (Ya Alloh) tidaklah menerima kecuali amal yang murni yang hanya dipersembahkan untuk-Mu. Tiada harapan setelah ini melainkan hanyalah kemurahan-Mu.” (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam asy-Syu’bah no. 824.) [Dinukil melalui perantaraan Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar, karya Fadhilatus Syaikh ‘Abdul Malik Ramadhani al-Jaza`iri, Maktabah al-Furqon, cet. VI, 1422/2001, hal. 41. Lihat pula terjemahannya yang berjudul “6 Pilar Utama Dakwah Salafiyah” oleh Fadilatul Ustadz Abu Abdillah Mubarok Bamu’allim, Lc., Pustaka Imam Syafi’I, Cet. I, Muharam 1425/Maret 2004, hal. 88.]

Akhir-akhir ini, mulai tampak fitnah yang membutakan dan kejahilan yang menyedihkan, yang mulai disebarkan oleh para pemuda yang lurus –insya Alloh-, yang terbakar oleh semangat dan ghirah keislaman untuk membela sunnah nabawiyah dan manhajus salaf, namun tanpa diimbangi oleh ilmu dan arahan yang terarah. Mereka sibukkan diri mereka dengan hal yang tidak seharusnya mereka berkecimpung di dalamnya, mereka masuk ke dalam perkara besar yang tidaklah seharusnya mereka masuk ke dalamnya, mereka lemparkan tuduhan-tuduhan, celaan-celaan, makian-makian, umpatan-umpatan, ghibah (gunjingan), namimah (adu domba) dan segala keburukan lainnya ke tengah-tengah umat. Bahkan mereka menempatkan diri mereka layaknya mufti atau ulama yang umat harus mendengar dan mematuhi mereka, mereka melayangkan tabdi’, tafsiq bahkan takfir secara serampangan, mereka permainkan ilmu jarh wa ta’dil hanya untuk memenuhi ambisi dan obsesi mereka, mereka terapkan hajr (boikot) dan muqotho’ah (isolir) ala hawa nafsu mereka, akhirnya mereka menjadi munaffirin, orang-orang yang menjauhkan umat dari dakwah mubarokah ini, mereka ciptakan fobia di tengan umat, dan mereka telah menjadi hizbiyah gaya baru dengan menyempitkan bahwa salafiyah hanyalah untuk mereka sendiri, tidak untuk selainnya. Wal’iyadzubillah.

Namun aneh dan ajaibnya, mereka merasa bahwa mereka adalah ahlul haq, satu-satunya pemilik manhaj yang selamat, mereka mengklaim bahwa manhaj mereka telah kebal sebagaimana jiwa mereka telah kebal dari nasehat. Selama nasehat tersebut tidak datang dari kalangan mereka maka ditolak, dan apabila datang dari mereka walaupun bathil maka diterima. Tidak lah keluar dari lisan ataupun tulisan mereka melainkan hanyalah kata-kata kotor, umpatan, makian, celaan, cercaan dan kejelekan-kejelekan lainnya. Sedangkan selain mereka apabila mencerca atas sikap mereka, maka mereka mulai bersembunyi mempertanyakan, “mana dakwah bijaksana itu?”… “Mana dakwah hikmah itu?”… Ya, mereka inilah orang yang gemar memukul orang lain namun tidak mau dipukul balik. Mereka senantiasa menyakiti saudara seiman namun tidak mau disakiti balik. Allohul Musta’an.

Tashnif (Menggelar-gelari atau mengkotak-kotakkan) manusia adalah ciri khas mereka, maka tidak heran apabila datang dari mereka istilah-istilah muhdats semisal : “Salafy Pramuka”, “Salafy Wisma Erni”, dan salafy-salafy lainnya. Tidak sampai di situ saja, penuntut ilmu pemula kalangan mereka yang masih jahil saja sudah berani mengatakan, “Fulan Sururiyah”, “Fulan Hizbiyah”, “Fulan kadza wa kadza.” Lebih dahsyat dari itu, juhala’ mereka sudah berani menjuluki para du’at sunnah –roghmun unufihim- dengan sebutan “al-Kadzdzab”, “ad-Dajjal”, “al-kadza wa kadza“, dan sebutan-sebutan buruk lainnya semisal : “Ahmas mengais fulus“, “Abdul Hakim Abjat” (maksudnya ism tafdhil dari bejat –yang merupakan Bahasa Indonesia- dengan artinya paling bejat atau lebih bejat, na’udzubillah) dan ucapan-capan kotor lainnya yang tidaklah seharusnya seorang ahlus sunnah atau salafiy melakukannya.

Namun, fenomena ini telah biasa di kalangan mereka. Karena tanpa makian dan umpatan muharam (yang haram) semisal ini, kurang afdhal rasanya. Semisal makanan, apabila tidak ada bumbu dan garamnya, maka rasanya tidak enak. Maka oleh karena itulah sebagai “bumbu penyedap”, tajrih berbalut fitnah, dusta dan umpatan keji adalah seasoning (bumbu penyedap) wajib yang harus ada biar flaviour (rasa dan aroma)-nya semakin mantap. Aduhai, apabila Islam adalah sebagaimana Islam mereka yang seperti ini, betapa banyak umat yang akan lari darinya, kecuali mereka-mereka yang berperangai kasar dan buruk, semisal preman, pembegal, perampok dan penjagal saja yang mau bergabung dengan dakwah ala mereka ini.

Perhatian

Risalah ini tidak ditujukan kepada du’at dan asatidzah yang istiqomah di jalan dakwah salafiyah, yang tetap mengkarakteristiki dakwahnya dengan ilmu dan amal shalih, dengan cara yang hikmah, liyn, rifq dan ta`anni. Yang menyibukkan diri dengan menyebarkan ilmu yang bermanfaat di tengah umat, berdakwah dan mengajak manusia kepada jalan al-Haq dan manhaj as-Salaf ash-Shalih ini. Yang bermujadalah (berdiskusi) dan munazhoroh (dialog) secara ilmiah dengan lawan atau orang yang berseberangan dengannya, yang hasrat dan keinginannya adalah memberikan nasehat agar lawannya menerima al-Haq dan ruju’ kepada kebenaran.

Adapun mereka yang menyibukkan diri dengan fitnah dan sibuk dengan mencari-cari kesalahan, sibuk dengan mencela, mengumpat, mencerca, menfitnah, berdusta dan perbuatan buruk lainnya, sedangkan mereka ini hakikatnya orang-orang yang masih jahil (juhala’) namun sok menjadi ulama ahli jarh wa ta’dil (baca : ahli jarh wa tanfir), menyebarkan syubuhat dan fobia ke tengah umat akan dakwah salafiyah ini, maka mereka inilah yang dimaksudkan dengan risalah ini, dan mereka adalah khubatsa’ (orang-orang busuk pemikiran dan pemahamannya), munaffirin (orang yang membuat umat lari dari kebenaran), hizbiyyun berpakaian dengan pakaian salafiyyah, Ghulat (orang-orang yang ghuluw) dan Haddadiyah jadidah.

Risalah ini adalah sebagai nasehat dan pertolongan semata, nasehat bagi diri sendiri, ummat dan mereka yang terpengaruh oleh manhaj yang rusak ini, dan pertolongan bagi saudara kita yang mazhlum (orang yang dianiaya) dan orang zhalim (menganiaya).

Semoga Alloh subhanahu wa Ta’ala menjadikan risalah ini bermanfaat bagi islam dan muslimin, terutama saudara-saudara sesama ahlus sunnah yang tengah bertikai dan berselisih saat ini.

Risalah ini adalah sebagai peringatan, agar kita tidak terjatuh ke dalamnya, bukan untuk sarana mencela dan menghujat balik. Apabila ada kata-kata yang terkesan kasar di sini, maka ini merupakan peringatan umum bagi mereka-mereka yang merasa tertuju isi risalah ini padanya, agar mereka sadar dan kembali ke manhaj yang benar, dan menanggalkan serta melepaskan belenggu hizbiyyah dan manhaj haddadiyah yang membinasakan ini.

Saya memohon pada Allah ‘Azza wa Jalla semoga memberikan Taufiq-Nya kepada (kita) seluruhnya untuk mendapatkan ilmu yang bermanfa’at dan beramal dengannya serta berda’wah kepadanya di atas hujjah yang nyata, dan semoga Ia mengumpulkan kita semuanya di atas kebenaran dan petunjuk dan menyelamatkan kita semuanya dari berbagai fitnah baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya Allah Maha penolong atas segala hal dan Dia Maha kuasa atasnya. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam serta keberkahan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga serta para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kemudian.

KARAKTERISTIK NEO HADDADIYAH


Sebenarnya telah banyak para ulama yang memperingatkan akan bahaya dan kerusakan manhaj haddadiyah ini, terdepan di kalangan para ulama yang telah menjelaskan akan bahaya manhaj ini adalah :

Al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu dalam ceramah beliau yang berjudul Haqiqotul Bida’ wl Kufri, dan masih banyak lagi ceramah-ceramah beliau lainnya.

Al-Imam al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdilllah bin Baz rahimahullahu di dalam kaset-kaset rekaman ceramah dan tanya jawab beliau yang tersebar, diantaranya yang berjudul Kibarul ‘Ulama Yatakalllamuuna ‘anid Du’at dan Majmu’ Fatawa wa Maqoolat Mutanawwi’ah juz XXVIII

Al-Imam al-Faqih Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu di dalam Liqo’ Babil Maftuh no. 67, 98 dan selainnya.

Al-‘Allamah al-Muhaddits ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullahu dalam risalah Rifoqn Ahlas Sunnah dan al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah, dan selainnya dari ceramah-ceramah beliau.

Al-‘Allamah DR. Prof. Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu dalam artikel beliau yang berjudul Mumayyizat al-Haddadiyah dan selainnya.

Al-‘Allamah DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullahu dalam buku beliau Zhahiratut Takfir, at-Tabdi’ wat Tafsiq dan kumpulan ceramah beliau di dalam Silsilah Muhadhoroh fil Aqidah wad Da’wah.

Al-‘Allamah DR. Bakr Abu Zaid dalam buku beliau, Tashnifun Naas bayna azh-Zhonni wal Yaqin.

Masyaikh Yordania di dalam ceramah-ceramah mereka yang mereka sampaikan di dauroh-dauroh dan liqo’at mereka.

Syaikh Amru ‘Abdul Mun’im Salim dalam buku beliau yang bagus al-Ushul allati bana ‘alaihaa ghulaatu madzhabihim fit tabdi’.

dan ulama-ulama lainnya yang tidak terhitung yang semuanya mencela sikap ghuluw di dalam tabdi’ dan menvonis manusia.

Haddadiyah sendiri adalah sebuah penisbatan kepada Abu Muhammad al-Haddad, salah seorang mantan murid Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi yang memiliki penyimpangan-penyimpangan pemikiran yang berbahaya, yang berangkat dari sikap ghuluw-nya di dalam beragama, yang mencela semua pemahaman selain pemahamannya, bahkan termasuk pencelaan kepada para ulama semisal Imam Abu Hanifah, al-Hafizh Ibnu Hajar, Imam Nawawi dan selain mereka yang terjatuh kepada kesalahan.

Pemikiran ini hidup kembali dan bangkit menyusup ke barisan para pemuda mutamassikin pada awalnya, lalu berubah menjadi ghulat haddadiyah gaya baru yang dikenal akan karakter keras, bengis, mudah menvonis dan sangat arogan serta sombong.

Berikut ini adalah diantara karakteristik mereka :


1- Menjadikan Salafiyyah sebagai Hizbiyyah

Diantara karakteristik penting Haddadiyah adalah menjadikan manhajnya sebagai manhaj hizbiyyah dengan beraneka ragam bentuknya, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Gegabah dan Mudah menvonis bid’ah, fasiq dan sesat.

Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu memperingatkan dari hizbiyah yang menyebut diri mereka sebagai salafiyyun namun mereka mudah menvonis sesat, bid’ah dan fasiq satu dengan lainnya, beliau rahimahullahu berkata :
“Tidak ragu lagi, bahwa wajib bagi seluruh kaum muslimin agar menjadikan madzhab mereka dengan madzhab salaf, bukannya berintima’ (condong) kepada kelompok spesifik yang disebut dengan “salafiyyin”. Wajib untuk menjadi umat yang satu yaitu yang madzhabnya adalah madzhab as-Salaf ash-Shalih dan tidak malah bertahazzub (berkelompok-kelompok) kepada kelompok yang disebut dengan “salafiyyin”. Ada thoriq (metode) salaf dan ada pula kelompok yang disebut dengan “salafiyyin” sedangkan yang dituju adalah ittiba’ (menauladani) salaf. Hanya saja, ikhwah (saudara-saudara) kita salafiyyin, mereka ini adalah kelompok yang paling dekat dengan kebenaran, namun problematika mereka adalah sama dengan kelompok-kelompok lainnya, yaitu sebagian oknum dari kelompok ini, mereka mudah menvonis sesat, menvonis bid’ah dan fasiq. Kami tidak mengingkari hal ini apabila mereka memang orang yang berhak untuk melakukannya (menvonis), namun yang kami ingkari adalah sikap memperbaiki kebid’ahan ini dengan metode yang seperti ini…”
[lihat : Syarh al-Arbaain an-Nawawiyyah, oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, Cet. I, 1424/2003, Darun Nasyr Lits Tsuroya, Riyadh, hal. 272, hadits no. 28, fawaid ke-16].

Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu juga berkata :

“Salafiyyah adalah ittiba’(penauladanan) terhadap manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya, dikarenakan mereka adalah salaf kita yang telah mendahului kita. Maka, ittiba’ terhadap mereka adalah salafiyyah. Adapun menjadikan salafiyyah sebagai manhaj khusus yang tersendiri dengan menvonis sesat orang-orang yang menyelisihinya walaupun mereka berada di atas kebenaran, maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini menyelisihi salafiyyah!!! Akan tetapi, sebagian orang yang meniti manhaj salaf pada zaman ini, menjadikan (manhajnya) dengan menvonis sesat setiap orang yang menyelisihinya walaupun kebenaran besertanya. Dan sebagian mereka menjadikan manhajnya seperti manhaj hizbiyah atau sebagaimana manhaj-manhaj hizbi lainnya yang memecah belah Islam. Hal ini adalah perkara yang harus ditolak dan tidak boleh ditetapkan. Jadi, salafiyah yang bermakna sebagai suatu kelompok khusus, yang mana di dalamnya mereka membedakan diri (selalu ingin tampil beda) dan menvonis sesat selain mereka, maka mereka bukanlah termasuk salafiyah sedikitpun!!! Dan adapun salafiyah yang ittiba’ terhadap manhaj salaf baik dalam hal aqidah, ucapan, amalan, perselisihan, persatuan, cinta kasih dan kasih sayang sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

“Permisalan kaum mukminin satu dengan lainnya dalam hal kasih sayang, tolong menolong dan kecintaan, bagaikan tubuh yang satu, jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan merasa demam atau terjaga.” Maka inilah salafiyah yang hakiki!!!”

[lihat : Liqo’ul Babil Maftuuh, pertanyaan no. 1322 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; dinukil dari Aqwaalu wa Fataawa al-Ulama’ fit Tahdziri min Jama’atil Hajr wat Tabdi’, penghimpun : Kumpulan Para Penuntut Ilmu, cet. II, 1423/2003, tanpa penerbit.]

Dan masih banyak ucapan-ucapan yang semisal dari Imam Ibnu ‘Utsaimin dan selain beliau dari ulama ahlus sunnah –rahimallohu mayyitahum wa hafizha lil ummah hayyahum-.

Namun, adakah dari mereka yang mengambil ibrah darinya?! Ataukah merasa bahwa nasehat para ulama ini tidak penting?! Atau menganggap nasehat ini bukanlah untuk mereka namun bagi mereka yang ghuluw, aduhai betapa banyak orang yang ghuluw namun tidak merasa bahwa mereka berada di atasnya! Inilah karakter pertama dan utama mereka, yaitu mudah dan serampangan di dalam menvonis sesat, bid’ah atapun fasik, yang mana karakter ini merupakan bagian dari sikap hizbiyyah.

b. Sibuk dengan Tashnif (menggelar-gelari dan mengkotak-kotakkan) manusia secara gegabah dan serampangan tanpa ilmu

Berkata al-‘Allamah Bakr Abu Zaid hafizhahullahu :

“Di zaman kita sekarang ini, turut mengambil andil di dalam peredaran fitnah yang perputarannya berada di dalam kulit orang-orang yang menisbatkan diri kepada sunnah yang ditutupi dengan balutan dengan kain wool, mereka menyandarkan hal ini kepada salafiyyah untuk menzhalimi dakwah salafiyah ini, mereka tegakkan diri mereka dengan melemparkan tuduhan keji yang dibangun di atas hujjah-hujjah yang lemah, dan mereka sibukkan diri dengan kesesatan tashnif …“
[Lihat : Tashnifun Naas Bayna azh-Zhonni wal Yaqin, karya : DR. Bakr Abu Zaed, cet. I, 1414/1995, Darul Ashimah, hal. 28-29]

Beliau hafizhahullahu juga berkata :

“Perseteruan yang terjadi di barisan ahlus sunnah pada awal mulanya, sebagaimana kita ketahui, ditemukan pada orang-orang yang menyandarkan diri padanya ada orang yang memusuhinya, dia kerahkan dirinya untuk menemani mereka dan berbantal sejengkal keinginan untuk memadamkan bara apinya, berhenti di jalan dakwah mereka, dan melepaskan kendali lisan untuk membuat kedustaan terhadap kehormatan pada da’i, dan didapatkan di dalam jalan mereka adanya fanatisme yang menyedihkan (gegabah)…“
[Lihat : Tashnifun Naas Bayna azh-Zhonni wal Yaqin, op.cit., hal. 40]

Iya, sungguh benar Syaikh Bakr Abu Zaid, memang ada sebagian oknum yang berpakaian dengan pakaian salafiyyah, mengaku-ngaku darinya, namun keinginannya adalah ingin merusak barisan salafiyyah dengan melemparkan tashnif dan tuduhan-tuduhan dusta. Seringkali terucap dari lisan keji mereka : “sururi”, “turotsi”, “irsyadi”, “hizbi”, “al-kadzdzab” dan tuduhan-tuduhan lainnya yang bahkan istilah-istilah baru mereka adakan untuk melariskan tashnif mereka kepada manusia, dengan sebutan “salafi pramuki”, “salafi sana sini”, “salafi wisma erni” dan segala macam lainnya. Allohumma na’udzubika minal fizhozhoh.

c. Fanatik dengan pendapat ulama tertentu dan menerapkan wala dan baro` dengannya

Ini adalah salah satu bentuk hizbiyah mereka, yaitu apabila tidak berpendapat dengan pendapat syaikh atau ustadz mereka, maka mereka akan terapkan sikap permusuhan dan baro’ mereka kepada yang menolak pendapat syaikh atau gurunya. Padahal, masalah yang diperselisihkan di sini adalah masalah ijtihadiyah yang debatable. Bahkan mereka yang menolak pendapat mereka didukung oleh ulama ahlus sunnah pula. Namun karena tidak sama dengan pendapat para ghulat ini –dan mungkin juga karena dibakar sikap dengki, iri dan hasad- maka mereka menerapkan sikap permusuhan yang keras dan melontarkan makian, celaan dan hujatan keji kepada fihak yang berbeda dengannya.

Mereka mengatakan, “Syaikh Fulan adalah ulama ahli Jarh wa Ta’dil”, atau “Syaikh Fulan adalah lebih ’alim” atau ucapan semisal. Maka dengan demikian, yang wajib semua orang untuk menerimanya, tak terkecuali siapapun. Adapun ulama ahlus sunnah lain yang berbeda dengan ulama yang mereka pegang pendapatnya, maka mereka mengatakan, “Syaikh tersebut tidak faham keadaan sebenarnya”, atau ’Syaikh tersebut ditipu oleh hizbiyyin” dan ucapan-ucapan semisalnya yang merendahkan dan merupakan tha’n kepada masyaikh tersebut.

Padahal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata :

“Tidak seorangpun berhak menentukan untuk umat ini seorang figur yang diseru untuk mengikuti jalannya, yang menjadi tolok ukur dalam menentukan wala’ dan bara’ selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, begitu juga tidak seorangpun yang berhak menentukan suatu perkataan yang menjadi tolok ukur dalam berwala’ dan baro’ selain perkataan Allah dan Rasul-Nya serta apa yang menjadi kesepakatan umat, tetapi perbuatan ini adalah kebiasaan Ahli bid’ah, mereka menentukan untuk seorang figur atau suatu pendapat tertentu, melalui itu mereka memecah belah umat, mereka menjadikan pendapat tersebut atau nisbat tersebut sebagai tolok ukur dalam berwala’ dan baro’.”
[Lihat : Majmu’ Fatawa XX:164 melalui perantaraan Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah oleh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Abdul Muhsin al-Abbad].

Sekiranya mereka berpijak pada metodologi ilmiah, maka mujadalah dan manozhoroh ilmiah yang berangkat dari keinginan tulus untuk munashohah (saling menasehati) dan meluruskan kesalahan, saling mengingkari dengan adab dan ushlub yang baik, tanpa diiringi tahjir (menghajr/memboikot), tajrih (menjarh/mencacat kredibilitas seseorang), tabdi’, tafsiq hingga tadhlil (menvonis sesat) fihak lawannya-lah yang seharusnya mereka terapkan dan aplikasikan.

Namun, sebagian mereka yang jahil, sok nyalaf dan sok ahli jarh wa ta’dil, merusak tatanan ilmiah ini dan menghalalkan bid’ah hizbiyah semisal ini di dalam manhaj salaf yang mulia ini dengan perilaku seperti ini. Wallohul Musta’an.

d. Menggunakan Kaidah Rusak : Apabila tidak sepakat denganku maka menjadi musuhku

Inilah kaidah dan syiar mereka, yaitu :

“Jika tidak beserta kami maka musuh kami… Jika kamu tidak setuju denganku maka kamu musuhku…” dan ucapan semisal…

Inilah kaidah rusak mereka yang sangat kentara sekali. “…Jika kamu tidak mau menuduh Syaikh Surkati hizbiy, mubtadi’, aqlaniy atau antek belanda, maka kamu adalah Surkatiyyun, Irsyadiyyun… atau tuduhan semisalnya yang keji dan berangkat dari kejahilan yang rangkap (jahil murokkab). Jika kamu tidak mau menolak kerjasama dengan Ihya’ut Turats maka kamu adalah Turotsi, hizbi, pembela dan anak buah Abdurrahman Abdul Khaliq, gila dinar Kuwait, mengais fulus, dan ucapan-ucapan kotor lainnya…

Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata :

“Diantara manusia ada yang bertahazzub kepada suatu kelompok tertentu, menetapkan manhajnya, beristidlal (menggunakan dalil) dengan dalil-dalil yang seringkali merupakan dalil yang membantah dirinya sendiri dan terkadang dalil yang menyokongnya. Dia hinakan selain kelompoknya dan dia vonis sesat, walaupun mereka ini adalah (kelompok) yang lebih dekat kepada kebenaran namun diantara mereka (ada oknum) yang gemar menvonis bid’ah dan mengambil mabda’ (landasan) “Barangsiapa yang tidak sepakat denganku maka ia musuhku“, dan ini adalah mabda’ yang khabits (buruk).”
[Lihat : Kasyful Haqo`iq al-Khofiyyah ’inda al-Mudda’i as-Salafiyyah oleh Mat’ab al-Ushoimi, didownload dari www.tarafen.com]

Mabda’ ini merupakan ciri khas yang paling tampak pada mereka, dan hal ini sangat terlihat jelas pada sebagian oknum yang mengatasnamakan diri sebagai salafiyyah, bahkan mengklaim sebagai satu-satunya salafiy sejati yang kebal manhajnya, yang doyan menuduh sana sini dengan kebodohan dan kedengkian, dengan hawa nafsu dan ambisi pribadi, hanya untuk memenuhi obsesi sebagai ahli cela mencela dan tukang hujat yang produktif, yang terbakar oleh semangat jahiliyah yang membara, untuk membela manhajnya yang rusak dan buruk. Nas’alulloha as-Salamah min hadzihil Juhalaa’ al-Khubatsa’.

Label:

02 Juli 2008

Pilih Salafy atau Muslim, Mukmin, Muttaqin ??




Assalamu ‘alaikum wr. wb,
Saya ingin meletakkan hal ini secara objektif, agar kita tidak fanatik dan taqlid kepada siapapun juga. Pertama, kalau kita semuanya mau jujur bahwa perintah menjadi SALAFY itu tidak ada yang jelas, semuanya hanya berupa indikasi dan penafsiran yang sifatnya ijtihadiyah (atau maaf seperti dipaksakan).

Contohnya, At-Taubah ayat 100, itu bukan perintah untuk menjadi SALAFY tapi perintah untuk mengikuti Rasulullah dan Sahabat (muhajirin dan anshor). Kalau hal itu perintah menjadi SALAFY tentunya ayatnya akan dinyatakan secara tegas dan jelas semisal “Isyhaduu biannaa muslimuun” (Saksikanlah kami adalah muslim).
Tapi kita kan nggak pernah menemukan perintah “SAKSIKANLAH BAHWA KAMI SALAFY”.
Atau perintah “ITTAQULLAHA HAQQA TUQAATIHI” (Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa). Adakah perintah yang setegas itu untuk untuk bermanhaj SALAFY, misalnya berbunyi “BERTAKWALAH KEPADA ALLAH dan BERMANHAJ SALAFLAH KALIAN”.
Lalu dilanjutkan WA LAA TAMUUTUNNA ILLAA WA ANTUM MUSLIMUUN (perintah ini kan sangat tegas jelas tidak perlu penafsiran lagi yaitu bahwa Allah menyuruh kita menjadi MUSLIM).
Belum lagi banyak sekali akhir ayat yang secara tegas menyatakan WA NAHNU LAHU MUSLIMUN (Dan kami adalah orang-orang Islam).
Adakah dalam Alqur’an yang menyatakan WA NAHNU LAHU SALAFIYUUN….? Atau dalam HADITS. Inilah yang saya maksud sebaiknya kita kembali kepada perintah yang JELAS dan TEGAS.
Kedua, surat Ali Imran ayat 110, ini adalah perintah untuk beramar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah SWT. Bukan perintah untuk bermanhaj SALAF.
Ketiga, berkaitan dengan hadits-hadits yang mengindikasikan SALAF, contohnya “Sebaik-baik manusia adalah kurunku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka…”
Hadits ini khabar atau perintah. Kalau kabar maka hadits ini adalah pujian kepada generasi terbaik. Hadits ini jelas-jelas berupa kabar. Sebab jika kita kaitkan dengan ayat lainnya maka yang paling mulia adalah yang paling taqwa (INNA AKRAMAKUM ‘INDALLAHI ATQAAKUM). Mereka tidak dibatasi ZAMAN dan WAKTU.
Contohnya IMAM MAHDI meskipun lahir di akhir zaman. Beliau adalah orang yang sangat bertaqwa.
Kalau setiap khabar dijadikan dalil untuk membuat sebuah MANHAJ. Maka kita akan temukan banyak sekali MANHAJ. (Ini tidak masalah, selama hal ini tidak dipaksakan kepada orang lain). Atau dijadikan tanda/simbol merekalah satu-satunya kelompok yang selamat/yang ditolong (FIRQATUN NAJIYAH/THAIFAH MANSHURAH).
Contohnya dalam Alqur’an banyak sekali kita temukan khabar tentang para Nabi dan Rasul. Lalu kemudian kita buat namanya MANHAJ RUSULI (Pengikut 25 Nabi dan Rasul).
Dalam Alqur’an dan hadits banyak kita temukan pujian terhadap SAHABAT, lalu kita buat MANHAJ ASHABI. Atau banyak juga pujian terhadap JIBRIL lalu kita bentuk MANHAJ JIBRILI dst.
Keempat, pernyataan Syaikh Albani Rahimahullah, kenapa kita butuh simbol ini, alasannya karena banyaknya aliran sesat pada zaman ini? (Silahkan baca buku Biografi Syaikh Albani)
Pertanyaannya adalah apakah pada zaman FITNATUL KUBRA (Ali RA VS Muawiyah RA) tidak banyak aliran sesat? Lalu masa-masa setelahnya apakah juga tidak banyak aliran sesat?
Lalu kenapa para IMAM dan SALAFUS SHALIH pada saat itu tidak memproklamirkan MANHAJ SALAFY. Justru yang disepakati adalah AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH (ini menjadi sumber hukum karena IJMA’/kesepakatan). Karena kesepakatan adalah (salah satu) sumber hukum Islam. Sedangkan MANHAJ SALAF belum pernah menjadi IJMA’.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, BAGAIMANA JIKA KEMUDIAN ORANG-ORANG MENGAKU ber-MANHAJ SALAF itu kemudian rusak lagi dan berpecah belah, terbukti saat ini SALAFY telah terbelah menjadi berbagai kelompok ADA SALAFY JIHADI, SALAFY ILMI, SALAFY HARAKI, SALAFY YAMANI, Ada SALAFY-nya SYAIKH ABDUR RAHMAN ABDUL KHALIQ, SALAFY-nya LUQMAN BAABDUH, SALAFY-nya USAMAH, SALAFY SYAIKH SAFAR, SALAFY-nya SYAIKH ALBANI, SALAFY-nya SYAIKH AL QARNI, SALAFY-nya SYAIKh MUQBIL, SALAFY-nya SYAIKH RABI’ Rahimahumullah dll.
Apakah kemudian kita membuat SIMBOL Baru lagi? Misalnya QADIMI?
Sekali lagi mari kita kembali kepada penisbatan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya yaitu menjadi MUSLIM/MUKMIN/MUTTAQIIN.
Mohon maaf, bila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Label:

Taubatnya Seorang Salafy Yamani

Ternyata benar apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah terhadap umatnya. Renungilah apa yang akan Anda baca berikut ini, dalil dan kisah taubatnya seorang Salafi Yamani:

Firman Allah Ta’ala: ”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra., ia berkata: Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang saleh dan orang jahat, seperti orang yang bergaul dngan orang yang membawa minyak kasturi dan orang yang meniup api. Orang yang membawa minyak kasturi, mungkin memberi minyak kepadamu atau membeli minyak padanya, paling tidak kamu mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan orang yang meniup api, mungkin ia akan membakar kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak enak darinya.” (HR. Bukharu dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw bersabda: ”Seseorang bisa terpengaruh oleh agama sahabat karibnya. Oleh sebab itu, perhatikanlah salah seorang di antara kamu dengan siapa ia bergaul.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Berikut adalah pengakuan jujur seorang penyusun buku ”Hakikat IM” yang ditulis oleh Gaza, Jum’at, 1 Juni 2007 yang saya ambil dari http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00346.html

Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh,

Saudaraku, di bawah ini saya tampilkan pernyataan Akhi Anwar Shiddiq, dia pernah menyusun buku judulnya ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”, tetapi setelah berjalan waktu dia menyesal dan ingin menarik buku itu. Akhi Anwar nitip supaya bisa memakai forum MyQuran buat menampilkan surat terbuka. Beliau tak melayani debat di forum, tapi mau terima e-mail ke [EMAIL PROTECTED]

Berikut ini pernyataan Akhi Anwar Shiddiq:

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba’du.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an: ”Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).

Ikhwan fillah rahimahullah, semoga allah SWT senantiasa merahmatimu, menganugerahkan ilmu bermanfaat, menunjuki dengan hidayah, menguatkan dengan taufiq untuk berbuat kebaikan amal, lahir dan batin. Amin ya Rabbal ’alamin.

Melalui forum yang mulia ini perkenankan ana (Anwar Shiddiq) menyampaikan sebuat pengalaman penting yang ana alami sendir saat berinteraksi dengan ikhwan-ikhwan Salafi yang akhir-akhir ini sering disebut Salafi Yamani (meminjam istilah Ustadz tertentu). Maksud dari penuturan ini yakni agar ana bisa memohon maaf atas kesalahan yang pernah ana lakukan saat ana mendapat pengaruh yang sangat kuat dari pemikiran Salafi Yamani itu. Secara khusus permohonan maaf ini ana tujukan kepada saudara-saudaraku dari Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia, khususnya yang sudah membaca buku yang ana susun.

Di bawah ini penuturan ana:

”Ana dulu beramal jama’i bersama Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin/IM) selama bertahun-tahun. Suatu saat ana putuskan mundur dari IM secara baik-baik, yakni maksudnya ana mundur karena kesadaran sendiri, tidak dipaksa-paksa atau diprovokasi. Ana sudah bertekad, meskipun tidak lagi bersama Tarbiyah (IM) ana akan tetap menjalin hubungan baik dengan mereka. Hal ini ana tempuh, sebab ana tahu Ustadz Jakfar Talib, seorang pemimpin Salafi di Indonesia, tadinya dia ikut IM juga, tapi setelah jadi Salafi, dia sangat membenci IM setengah mati. Ana tidak mau seperti itu, ana mau jadi diri sendiri, tidak terpengarus orang lain. Ana merasakan sendiri di IM itu tidak sedikit kekurangan-kekurangan, tapi ana juga tidak pungkiri di sana ada kebaikan-kebaikannya, maka itu ana ingin sikap proporsional saja, tidak berlebih-lebihan seperti sikap Ustadz Jakfar Talib itu.

Sayang seribu sayang, sikap baik ana ini pelan-pelan berubah saat ana mulai mengambil pemikiran-pemikiran dari Salafi Yamani. Ana membaca majalah Asy-Syariah, ana mendengar kaset ceramah Ustadz Muhammad Sewed, ana bergaul dengan mantan Laskar Jihad (LJ), ana mengikuti berita-berita seputar dakwah Salafi, ana berteman dengan pengikut Salafi Yamani, ana membuka situs www.salafy.or.id, dan apa-apa yang bisa ana peroleh.

Sikap ana yang dulunya baik ke temen-temen IM berubah jadi kebencian dan rasa muak. Ana seperti orang yang mengalami ”Cuci Otak”, pendirian santun ana dulu saat baru keluar dari IM seperti tidak berbekas. Ana dulunya benci sama sikap keras Ustadz Jakfar Talib, tapi ana akhirnya ikut terseret juga ke sikap semacam itu.

Bila dilukiskan, majlis-majlis ilmu yang berhubungan dengan Salafi Yamani itu seperti kobaran api. Siapa saja yang ada di dekatnya akan merasa kepanasan, atau menularkan panas ke orang lain. Ana merasakan pengaruh ini ke diri ana sendiri, yang tadinya baik-baik saja jadi timbul kebencian ke orang lain.

Selama interaksi dengan pengikut Salafi Yamani, yang dibicarakannya tahdzir ahli bid’ah, hajr, firqah sesat, bantahan, celaan, dsb. Apalagi kalau mereka sudah angkat bicara soal Sururiyah atau kesesatan tokoh-tokoh IM, panas sekali suasana yang terbentuk. Orang yang semacam ana ini tidak sedikit di tempat-tempat lain.

Kebencian ana ke IM semakin besar saat seprang ikhwan Salafi itu menyodorkan sebuah buku berjudul ”AL IKHWAN AL MUSLIMUN, Anugerah Allah yang Terzalimi”. Buku ini karangan Ustadz Farid Nu’man, penerbitnya Pustaka Nauka dari Kukusan Depok. Sebetulnya buku ini diberikan atas rekomendasi ikhwan juga, biar orang-orang Salafi mau membacanya, termasuk ana di dalamnya. Sehabis membaca buku itu ana malah semakin tidak simpati ke IM. Selain memberi rekomendasi, Ikhwan itu juga melontarkan kritikan-kritikan tidak sedap ke Salafi, sehingga semakin bulat hari ana untuk menyusun sebuah bantahan.

Ana kumpulkan saja buku-buku, tulisan-tulisan yang mengupas penyimpangan IM, lalu ana ambil materi dari sana-sini (istilahnya ’menjahit materi’). Ana tambahkan disitu komentar-komentar ana, sampai jadilah sebuah buku berjudul, ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”. Selanjutnya buku itu diedarkan secara terbatas di bawh UISP (milik kami sendir). Sudah tentu ikhwan yang mengkritik kami itu, kami sodori buku itu juga. Jujur saja, kalau tidak diprovokasi oleh sikap aktivis itu mungkin buku tersebut tidak pernah disusun.

Sesudah waktu berjalan cukup lama, sesudah ana baca-baca buku, tulisan-tulisan, ana diskusi-diskusi, akhirnya ana putuskan untuk membersihkan diri dari pemikiran-pemikiran ”Salafi ekstrem” yang telah bercokol dipikiran ana. Ana tidak mau ketempatan sesuatu yang bisa merusak diri sndiri. Kalau ingat keadaan seperti ini rasanya ana ingin kembali ke situasi dulu saat baru keluar dari IM secara baik-baik. Dulu ana bisa tersenyum saat bertemu teman-teman IM, tapi sekarag ini sulit. Ana sepertinya sudah terjerumus ke sebuah permusuhan keras. Saat ana baca kembali buku ’jahitan’ itu, ana sedih bukan main. Kenapa ana sampai menulis kalimat-kalimat kasar, emosional, menzhalimi saudara sendiri? Padahal tekad ana semula tidak begini. Ya Rabbi, ana memohon ampunan kepada-Mu atas kesalahan-kesalahan ana. Hamba-Mu ini dhaif, sedangkan Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Ampuni ana Rabbi. Amin. Sekian penuturan dari ana.

Selanjutnya melalui forum yang mulia ini ana ingin menyatakan:

Satu, ana bertaubat kepada Allah Yang Maha Pengampun atas kesalahan-kesalahan ana dengan menyusun buku ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”.

Dua, Ana memohon maaf kepada seluruh jajaran Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin) di Indonesia, baik pengurus, anggota, atau simpatisannya, atas tersebarnya buku ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)” di atas, terutama atas kalimat-kalimat tidak adil yang termuat di dalamnya.

Tiga, secara terbuka ana cabut buku tersebut di atas, sebab resiko mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya. Ana menyatakan buku itu tidak sah lagi dan tidak boleh diedarkan atas nama siapa pun.

Empat, ana tetap mengakui adanya kelebihan dan kekurangan pada diri setiap muslim atau kelompok Islam. Namun hendaknya kita bersikap proporsional, yakni tidak memutlakkan kebaikan atasnya dan juga tidak memutlakkan keburukan baginya. Setiap muslim memiliki kelebihan-kekurangan tertentu. Kita harus bersikap adil sebab Allah mencintai orang orang-orang yang adil. (QS. AL-Maidah: 42, Al-Hujurat :9, A Mumtahanah.

Lima, ana nasehatkan kepada ikhwan-akhwat yang sedang belajar ilmu-ilmu keislaman agar berhati-hati dari sikap ekstrem (berlebih-lebihan) dalam segala wujudnya. Kalau diperngaruh-pengaruhi agar bersikap ekstrem, tinggalkan saja sebab doktrin semacam itu akibatnya cuma kerugian saja. Ingatlah selalu sabda Nabi saw dalam haditsnya, ”Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak akan pernah seseorang menyulit-nyulitkan perkara agama ini, melainkan ia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra). Sekian pernyataan ana.

Pernyataan di atas ana sampaikan apa adanya, secara ikhlas, tidak ada paksaan atau tekanan. Buat sahabat-sahabat yang mendapatkan manfaat dari pernyataan ini, mohon doa antum semua agar Allah selalu membimbing ana (dan antum smua) buat menetapi jalan yang diridhai-Nya. Amin ya Rabbal ’alamin. Buat ikhwan-akhwat yang keberatan, tidak setuju, atau kecewa atas pernyataan ini, silakan antum mengirim ke [EMAIL PROTECTED] This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it Ana akan usahakan menjawab surat-surat antum, yakni surat-surat yang layak dijawab. Siapa saja yang mau beri masukan, kritik, atau kecaman (mungkin), silakan juga menulis ke e-mail di atas.

Akhirnya ana berdoa kepada Allah, ”Ya Rabbana, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf:23).

Ya Rabbi, ana memohon ampunan dan rakhmat dari-Mu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti sunnahnya akhir jaman. Aminya Rabbal ’alamin.

MyQuran, 5 Agustus 2006

Al faqir ila Rabbi

Anwar Shiddiq

Sumber:http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00346.html

Subhanallah, sebuah studi kasus yang wajib kita jadikan ibrah. Article ini bukan dimaksudkan untuk menjauhkan umat dari dakwah Salafi, tapi hanyalah sebuah warning buat kita semua untuk menjauhi siapapun tanpa terkecuali, apakah mereka seorang yang bermanhaj Salafi, IM, JT, HT, NU, Muhammadiyah whatever you say. Manhaj adalah sarana dan kita tidak berhak menilai seluruh dari jamaah manhaj tertentu memiliki karakter yang sama hanya dengan melihat satu figur tertentu yang berbuat salah. Selama apa yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah dan membumi dengan fitrah manusia tentunya, maka wajiblah untuk kita perhatikan dengan arif dan bijak. Contohnya Salafi, ada yang Yamani, ada yang haroki, ada yang salafi Ihya’ ut Thuratsnya Abdurahman Abdul Khalik, ada salafi al-Sofwah dan al-Haramainnya Muhammad Khalaf dan Yazid Jawwas, ada salafi Muhammad Umar as-Sewed dan lain-lain. Pasti diantara mereka ada salafi yang paling salaf as-Shaleh. Begitu juga dengan salafinya kang Anto dan Abu Salma, entah mereka masuk yang mana. Apakah mimpi dapat bermajlis dengan kelompok yang sungguh-sungguh salaf as-Shaleh itu bisa menjadi kenyataan? Amin ya Rabb…

Label:

01 Juli 2008

Tips dan Trik SPMB SpesiaL

Buat calon2 mahasiswa nih, ada beberapa tip buat lulus di SPMB. Nih tulisan berasal dari pengalaman pnulis dan pengalaman teman-temen yang laen….Spesial Lohhhhh:

1. Ukur kemampuan diri (baik kemampuan akademik dan kemampuan finansial), saatnya jujur dengan diri sendiri. Coz cuma qta aj yang tau kemampuan qta sendiri.

2. Buat yang agak seret finansialnya, mendingan gak terpengaruh propaganda Bimbel-Bimbel yang banyak mempengaruhi adik-adik untuk bergabung dengan mereka. Toh mereka gak jamin adik2 adik bisa lulus spmb. Solusinya: Cari aj buku-buku soal (kumpulan soal-soal) yang diterbitkan oleh bimbel-bimbel tersebut, pelajari di rumah, bahas semua soal-soalnya, dan ikuti trik-trik mereka. Kan itu juga yang bakalan dikasih di Bimbel, gak beda kok. Yang manis cuma propaganda mereka aj tuh…ga boong. Dan klo yang agak seret cari juga buku2 mereka di Pasar Loak, buka rahasia dikit nih, soalnya aku cari2 buku tersebut di Loakan juga loh. Harganya murah dan masih bisa dipake kok. Ngapain beli buku SPMB baru, toh cuma dipake 2 bulan lebih dikit. Mendingan Beli celana panjang, baju kemeja, (ini sih nasehat ayundaku sebelum SPMB taun 2003 yg lalu) untuk kuliah. Kan kalo dihitung-hitung:

Biaya bimbel (ekstensif/ekstra/super/paling hebat/dll) = +(-) Rp. 500.000 (malah lebih mahal)

Ongkos Pulang Pergi (P/P) selama bimbel 2 bulanan =+(-) Rp. 400.000

Belum makan2 sama kawan2 bimbel, jaga gengsi minimal bakso & Es Jeruk =+(-) Rp. 200.000 (selama bimbel)

Jadi Total Kotor yang diperlukan = Rp. 1.100.000,- Itu hanya untuk bimbel biaya hahahhihii saja, lom tentu pelajaran bimbel masuk di Otak.

Jadi mendingan uang Rp. 1.100.000, itu dibeliin

1. Celana 2 buah + kemeja 5 Buah

2. Sepatu yang agak bagusan harga Rp. 150rbuan keataslah

3. Buku-buku tulis (ATK) Untuk kuliah

4. Lebih Penting Untuk biaya daftar Ulang. Apalagi sekarang nih, daftar ulang Melonjak tinggi…..bner nih.

5. Buat anak Teknik Buat beli Alat gambar, itu penting banget.

6. Persiapan untuk Sewa rumah Kost (buat kuliah jauh dari rumah orang tua)

Tiap hari sebelum ujian targetin dapet beberapa Soal. Dan liat jurusan apa yang bakal di pilih, dan liat grade tahun lalu. Kalo jurusan yang bakal dipilih tidak terlalu tinggi gradenya, ya….artinya peminatnya tidak terlalu banyak. Solusinya kuasai Materi yang dianggap bisa dikerjakan dengan penuh dan Benar. Kalo penulis sendiri kemarin banyakin membahas soal materi hari Ke-1:

1.Bahasa Indonesia, 2. Bahasa Inggris, 3. Matematika Dasar. Sedangkan materi hari kedua, tu kan materi kejuruan, penulis cuma bahas biologi dan sedikit matematika IPAnya, dan sangat sedikit Fisika dan kimianya. hehehe….Soalnya penulis cuma mampu kayak gitu strateginya. Dan yang lebih penting aDALAH:

A. Mental (biar dak gugup bentengi dengan Tahajud Pas sebelum ujian SPMB), doa yang khusuk setelah sholat.

B. Jujur dengan diri sendiri, ini modal pas Try Out Di Rumah, Qita yang nentuin Soal, Qita nentuin Waktu pengerjaan, Qita nentuin grade, Qita nentuin kapan mau dijawab, Jadi kita menjadi BIMBEL PRIBADI. Menjadi Manajer Diri Sendiri

C. Jangan lupa masukan Energi yang bisa mendukung kerja Otak. Buat gambaran, selama Bimbel Pribadi, penulis selalu disuport dengan suplemen tambahan (misalnya makanan yang bergizi, walaupun murah harganya) oleh Ayunda Tercinta. Soalnya, orang tua penulis sudah tidak ada lagi.

D. Setelah masa penentuan jurusan, tentukan minat dan kemampuan anda, jangan terlalu membaca masa depan setelah keluar kampus Mau Jadi apa. Tetapi jalani saja itu dengan sebaik mungkin. Faktanya sekarang, banyak sekali anak teknik bekerja di Bank-Bank (swasta mapun bank pemerintah), Bahkan ada juga lulusan Ekonomi yang bekerja sebagai kepala Bengkel di perusahaan Besar malah. Jadi jalani saja apa yang bisa kita raih dan kita capai.

E. Optimis (jangan merasa tidak akan berhasil), tapi kita liat dulu kemampuan kita sampai dimana, biar kita bias menerpkan Optimisme kita pada tempat yang benar.

JANGAN TERPENGARUH DENGAN BIMBEL YA…….

KITA YANG MENJAMIN KELULUSAN KITA

TAPI BELI BUKU-BUKU MEREKA SAJA SEBAGAI SOLUSINYA…..HEEHHEE…..MET SPMB..mOGA g kTMU aMA pENULIS yA…kLO kTMU aRTINYA mO nAMbAH wAKTU tAMAt dOUNGKZZZZZ….

Sejarah Penghianatan Founding Father Terhadap Bangsa Indonesia

Sebelum ada TNI, sejak pra kemerdekaan hingga kemerdekaan, komponen-komponen pejuang terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu Hisbullah, Peta (Pembela Tanah Air) dan Laskar-laskar.

Milisi Hisbullah merupakan campuran berbagai ormas Islam seperti Muhammadiyah, Masyumi, Syarikat Islam, dan NU.

Sedangkan milisi Peta (Pembela Tanah Air) mayoritasnya berasal dari Muhammadiyah, dimana Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu tokohnya.

Yang dimaksud dengan laskar-laskar, terdiri dari berbagai laskar seperti laskar minyak, laskar listrik, laskar pesindu, laskar pemuda sosialis dan laskar Kristen.


Umat Islam dan TNI
Laskar pemuda sosialis dan laskar kristen adalah minoritas. Sedangkan laskar minyak, listrik dan sejenisnya berasal dari komunitas sejenis bajing loncat yang insyaf dan membentuk kekuatan rakyat dan bergabung dengan Laskar mayoritas Hisbullah.

Pada 1946 terbentuk TKR (Tentara Keselamatan Rakyat) yang berasal dari ketiga komponen tersebut, dan Hisbullah merupakan unsur yang paling banyak (mayoritas).

Pada 1947, TKR menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia), di bawah pimpinan Panglima Besar Sudirman yang berasal dari Peta. Sebagai wakilnya adalah Urip Sumoharjo seorang mantan tentara KNIL (tentara Belanda) yang beragama Kristen.

Sejak saat itulah terjadi ketidak-adilan, dimana minoritas menguasai mayoritas di tubuh (embrio) TNI. Kelak, para pejuang sejati dari Hisbullah dan peta (terutama Hisbullah) digusur oleh mantan tentara KNIL. Selain Urip Sumohardjo (mantan KNIL beragama Kristen), mantan KNIL lainnya adalah Gatot Soebroto (Budha), Soeharto (Kejawen), dan A.H. Nasution (nasionalis sekuler yang keberislamannya tumbuh setelah digusur Soeharto).

Tentara KNIL adalah tentara Belanda yang memerangi tentara rakyat Indonesia yang ketika itu sedang berusaha menggapai kemerdekaan. Tentara KNIL adalah pengkhianat bangsa. Namun ketika Indonesia merdeka, merekalah yang merebut banyak posisi di tubuh institusi tentara (TNI). Sedangkan pejuang sejati terutama yang tergabung dalam Hisbullah disingkirkan begitu saja.

Terbukti kemudian, ketika para pengkhianat itu memimpin bangsa , kehidupan kita menjadi penuh musibah. Soekarno, ketika rakyat bersusah payah mengusir penjajah, ia justru membuat perjanjian damai dengan Belanda. Sedangkan anak angkat Gatot Soebroto termasuk salah seorang tokoh pemegang HPH yang menggunduli hutan kita.

Kahar Muzakar dan Kartosoewirjo
Pada tahun 1946 Kahar Muzakar (Panglima Hisbullah dari Sulawesi) dikirim ke Yogya (Ibukota RI) untuk menghimpun kekuatan rakyat. Saat itu Panglima Hisbullah Kalimantan adalah Hasan basri, yang berpusat di Banjarmasin. Sedangkan Panglima Nusatenggara adalah Ngurah Rai yang berpusat di Bali.



Suasana Perjanjian diatas Kapal USS "Renville" (17 Jan 1948). Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, Agus Salim dan Achmad Soebardjo. Sedangkan Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.

Sedangkan Kartosoewirjo adalah Panglima Hisbullah Jawa Barat. Ia terus berjuang melawan penjajah Belanda.

Pada 17 Januari tahun 1948, ketika terjadi Perjanjian Renville (di atas kapal Renville) daerah yang dikuasi rakyat Indonesai semakin kecil, karena daerah inclave harus dikosongkan. Kartosoewirjo tidak mau mengosongkan Jawa Barat, maka timbullah pemberontakan Kartosoewirjo tahun 1948 melawan Belanda.

Kala itu Kartosoewirjo selain harus menghadapi Belanda juga menghadapi mantan tentara KNIL yang sudah bergabung ke TRI yang kala itu mereka baru saja kembali dari Yogyakarta.

Kartosoewirjo yang berjuang melawan Belanda dalam rangka mempertahankan Jawa Barat karena dia adalah Panglima Divisi Jawa Barat, justru dicap pemberontak oleh Soekarno, sehingga dihukum mati pada 1962.

Menurut Dr. Bambang Sulistomo, putra pahlawan kemerdekaan Bung Tomo, tuduhan pemberontak kepada Kartosoewirjo dinilai bertentangan dengan fakta sejarah.

"Menurut kesaksian almarhum ayah saya, yang ditulisnya dalam sebuah buku kecil berjudul HIMBAUAN, dikatakan bahwa pasukan Hizbullah dan Sabilillah, menolak perintah hijrah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan isi perjanjian Renvile; dan memilih berjuang dengan gagah berani mengusir penjajah dari wilayah Jawa Barat. Keberadaan mereka di sana adalah atas persetujuan Jenderal Soedirman dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada saat clash Belanda kedua, pasukan TNI kembali ke Jawa Barat dan merasa lebih berhak menguasai wilayah yang telah berhasil direbut dengan berkuah darah dari tangan penjajah oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah di bawah komando SM Kartosoewirjo. Karena tidak dicapai kesepakatan, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Islam dan tentara republik tersebut…" (Lihat Buku "FAKTA Diskriminasi Rezim Soeharto Terhadap Umat Islam", 1998, hal. xviii).

Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Deliar Noor berkomentar: "Kesaksian almarhum ayah saudara itu, persis seperti kesaksian Haji Agoes Salim yang disampaikan di Cornell University Amerika Serikat, tahun 1953. Memang perlu penelitian ulang terhadap sejarah yang ditulis sekarang…"

Pada buku berjudul "Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo" (Juli 1999, hal. xv-xvi), KH Firdaus AN menuliskan sebagai berikut:

"…Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus 'hijrah' dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia. Waktu itu Jenderal Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu…."

"…Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman: 'Apakah siasat ini tidak merugikan kita?' Pak Dirman menjawab, 'Saya telah menempatkan orang kita disana', seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis.

"…Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul 'Himbauan', yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman…"

"…Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut.

Dikatakan dengan keterangan Jenderal Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud 'orang kita' atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI /TII; dan yang menumpasnya adalah Jenderal AH Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji! Apakah itu bukan dosa…?"

Terbentuknya Kodam-kodam
Tahun 1950, TRI mereorganisasi membentuk divisi-divisi dalam bentuk TT (Tentara Teritorium yang merupakan embrio Kodam. Ini merupakan awal daripada AD (Angkatan Darat) dan PKI (Partai Komunis Indonesia) berkuasa menguasai TRI melalui kodam-kodam (divisi-divisi).

Kala itu provinsi di Ind masih terdiri dari
1. Kalimantan, dengan ibukota Banjarmasin
2. Sulawesi,dengan ibukota Makassar
3. Sumatera Selatan, dengan ibukota Palembang
4. Sumatera Tengah, dengan ibukota Padang
5. Aceh, dengan ibukota Banda Aceh
6. Sunda Kecil (Bali, NTT, NTB), dengan ibukota Singaraja.

Pada Desember 1950 terjadi pengakuan kedaulatan RI. Dua bulan kemudian Jen. Sudirman meninggal, kepemimpinannya dilanjutkan oleh Urip Sumohardjo mantan tentara KNIL beragama Kristen. Sementara itu, Panglima Divisi Sulawesi, Kahar Muzakar yang ditugaskan ke Yogya utk menghimpun kekuatan rakyat di tahun 1946, jabatannya sebagai Panglima Divisi Sulawesi diisi oleh Gatot Subroto mantan KNIL beragama Budha yang anti Hisbullah.

Terjadi konflik antara Kahar dengan Gatot Subroto, sehingga diciptakan situasi yang merugikan/merusak citra Kahar (putra daerah), akibatnya Kahar melawan ketidakdilan dan ketidak benaran yang dihembuskan Gatot Subroto.

Tahun 59/60 Kahar dinyatakan terbunuh dalam pertempuran, tetapi jenazahnya tidak ditemukan. M. Jusuf pernah dikirim melawan Kahar, mengalami kekalahan namun bisa selamat kembali ke Jakarta.

Tidak semua divisi mengalami pergolakan. Di Kalimantan Selatan, Ibnu Hadjar menjadi Panglima KRJT (Kesatoean Rakjat Jang Tertindas). Institusi ini di bawah Panglima Divisi kalimantan yang panglimanya adalah Hasan Basri. Sedangkan Divisi Jawa Timur panglimanya adalah Jen. Sudirman (sebelum meninggal dunia).

Ketidak-adilan di dalam tubuh TRI semakin terasa ketika orang-orang dari Sulut yang beragama Kristen (dan mantan tentara KNIL) banyak menduduki jabatan penting, antara lain Kol. Kawilarang (menjabat panglima divisi Siliwangi), Kol. Ventje Sumual, dan sebagainya.

Apalagi kemudian AD memegang kendali pemerintahan, setelah Soekarno tumbang. Soeharto yang mantan KNIL dan penganut Kejawen, kemudian mengawali pemerintahannya dengan rasa benci yang mendalam terhadap Islam.

Sebelum era Benny Moerdani, Soeharto menempatkan orang-orangnya seperti Panggabean, Soedomo dan Ali Moertopo yang dengan baik memenuhi kemauan Soeharto.

Ali Moertopo sukses dengan proyek Komando Jihad. Kemudian Soedomo juga sukses dengan Kopkamtibnya "ngegebukin" umat Islam. Benny Moerdani sukses dengan proyek Imran/Woyla dan Tanjung Priok. Try Soetrisno sukses dengan proyek Lampung dan DOM Aceh, juga beberapa kasus seperti Haur Koneng, dan sebagainya.

Jenderal M. Jusuf (orang Makasar) sempat didudukkan sebagai Pangab, sebelum Benny. Ketika itu tekanan terhadap Islam agak mereda, perlakuan ala binatang terhadap Tapol dan Napol Islam, agak berkurang ketika Yusuf menjadi Pangab. Kesejahteraan prajurit pun membaik. Namun tidak banyak yang bisa ia lakukan. Meski dari Makasar ternyata Yusuf tidak semilitan Katholik abangan seperti Benny.

Di masa Benny, betapa sulitnya mendapatkan perwira Muslim yang menjabat Komandan Kodim. Semuanya Kristen, hanya satu-dua saja yang Budha atau Hindu. Pada umumnya Dandim adalah perwira Kopassandha (kini Kopassus). Untuk menjadi perwira Kopassandha, rangkaian testing dilakukan hari Jumat, sehingga prajurit yang masih loyal kepada agamanya, tidak bisa ikut test. Akibatnya, dari puluhan perwira Kopassandha kala itu, hanya satu yang Islam (abangan), dan satu Hindu atau Budha.

Penyingkiran secara sistematis ini sudah berlangsung sejak Panggabean, yang meneruskan tradisi Urip Soemohardjo dan Gatot Soebroto, sejak awal kemerdekaan terutama sejak wafatnya Jen. Soedirman.

Namun demikian untuk menghindarkan kesan diskriminatif, Benny merekrut juga pemuda-pemuda Islam menjadi tentara (bukan perwira Kopassandha). Tapi yang ia pilih yang tolol-tolol. Kalau ada pemuda Islam dari keluarga baik-baik (militan) kemudian cerdas, pasti dinyatakan tidak lulus testing dengan berbagai macam alasan.

Pemuda Islam tolol yang direkrut jadi tentara sebagian besar dikirim ke Timor Timur untuk menyetorkan nyawa. Ada diantara mereka yang selamat, seperti Ratono yang pernah terlibat kasus Priok. Ratono sampai kini masih hidup semata-mata karena keberuntungan, atau setidaknya Allah jadikan ia sebagai saksi hidup kebiadaban Benny dan para pendahulunya.

Tahun 1988 perseteruan Benny - Soeharto meruncing, terutama setelah rencana kudeta yang gagal dari Benny cs terhadap Soeharto, yang berakibat dicopotnya Benny dari jabatan Pangab dan digantikan Try.

Ketika Try menjabat Pangab (1989), Benny Moerdani kemudian menjabat Menhankam. Anehnya, Try masih melapor kepada Benny, padahal seharusnya ke presiden sebagai Pangti. Termasuk, laporan intelijen (ketika itu BAIS masih di bawah Pangab) Try Soetrisno selalu meneruskannya ke Benny.

Tahun 1992 Try dipensiunkan dan menduduki kursi Wapres berkat usaha gigih kalangan AD. Ketika itu sebenarnya Soeharto lebih condong ke Habibie, namun berkat fait accomply Harsudiono Hartas yang ketika itu menjabat Kassospol ABRI, akhirnya Try-lah yang baik mendampingi Soeharto selama lima tahun (hingga 1997).

Kursi Pangab kemudian diisi Eddy Sudrajat. Di masa Eddy inilah tekanan terhadap ummat Islam yang gencar dilakukan sejak Benny dan Try menjadi Pangab, agak mengendor. Bahkan kemudian di Mabes berdiri mesjid, sehingga para perwira dan prajurit bisa shalat Jum'at di Mabes.

Pada masa itu, Eddy Sudrajat sempat menjabat tiga jabatan sekaligus. Selain masih menjabat KASAD dan Panglima ABRI ia pun dilantik sebagai Menhankam. Semua jabatan itu satu per satu dilepaskan, kecuali Menhankam. Jabatan KASAD dilimpahkan ke Wismojo dan Panglima ABRI kepada Feisal Tanjung.

Di masa Feisal Tanjung, ummat Islam bisa bernafas lega. Tapol dan Napol banyak yang dibebaskan, meski masih terkesan takut-takut. Bahaya ekstrim kanan yang selalu dihembuskan sejak dulu, sirna dengan sendirinya. Bahkan, lulusan pesantren bisa masuk AKABRI ya cuma di masa Feisal Tanjung.

Sayangnya Feisal bersama Syarwan Hamid dituduh terlibat kasus 27 Juli, yang sebagian besar korbannya ya ummat Islam juga. Pada masa inilah muncul istilah ABRI hijau dengan konotasi negatif.

Setelah Feisal, Wiranto mendapat giliran menjadi Pangab. Wiranto semula adalah kader Benny. Karenanya, ketika ia naik menjadi KASAD kemudian Pangab, banyak juga yang waswas. Ketika Wiranto menjadi KASAD, perwira Muslim di lingkungan KASAD digeser dan digantikan dengan Hindu atau Budha.

Untung ada Prabowo. Sebenarnya Prabowo juga kader Benny, bahkan sejak ia masih Letnan. Namun akhirnya Prabowo melihat ketidak-adilan yang dibuat Benny, dan ia memberontak, sehingga jadilah Prabowo sebagai musuh nomor satu Benny. Kalau tidak ada Prabowo, mungkin sampai kini tidak ada yang bisa menjadi musuh Benny. Selain karena ia menantu Presiden, Prabowo juga banyak uang sehingga bisa menetralisir pengaruh "orang-orang Benny" di tubuh ABRI.

Meski Bowo jarang shalat, ia tetap saja dikategorikan sebagai ABRI hijau, mungkin karena keberpihakannya. Berkat tekanan dari Prabowo dkk akhirnya Wiranto tak berkutik. Bahkan belakangan ia ikut-ikutan menjadi ABRI hijau. Sebuah pilihan yang pragmatis.



Pam Swakarsa bentukan Wiranto yang cuma membuat malu umat Islam.

Wiranto akhirnya bisa juga berteman dengan Abdul Qadir Djaelani, dan sebagainya. Dari sinilah lahir istilah aneh-aneh, seperti Pam Swakarsa, dan sebagainya, yang kesemuanya itu cuma membuat malu umat Islam.

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sejak dulu yang namanya tentara itu lebih banyak merugikan Islam. Kalau tidak memusuhi secara terang-terangan, maka ia berbaik-baik sambil memberikan stigma.

Seharusnya ummat Islam menjaga jarak yang pas dengan tentara. Jangan mau digebukin tetapi juga jangan sampai ditunggangi dengan alasan kerja sama sinergis.

Sialnya, masih ada saja diantara umat Islam yang mau ditunggangi tentara padahal dulu mereka sering digebukin. Rasanya, kemiskinanlah yang membuat mereka seperti itu. ( M. Umar Alkatiri )

Label:

Sejarah Pergerakan Umat Islam 1940-1947

Tahun 1940
Kongres PSII ke-25 di Palembang. Pada kongres ini diputuskan untuk memecat Ketua Muda S.M. Kartosuwiryo, Yusuf Tauziri, Akis, Kamran dan Sukoso dari jabatannya. Hal ini disebabkan dia memaksakan tuntutannya agar partai melaksanakan politik hijrah secara terus-menerus. Sebab pemecatan ini ialah Kartosuwiryo dan beberapa teman-temannya sudah menyatakan bantahannya dengan cara yang di pandang tidak baik, terhadap perbuatan PSII menggabungkan diri dalam GAPI itu, mereka itu tidak setuju dengan gerakan mencapai parlemen.

Maret 1940
Terbitlah “Daftar Usaha Hijrah PSII”, yang penyusunannya ditugaskan kepada Kartosuwiryo ketika dia masih menjabat sebagai Wakil Ketua PSII.

24 April 1940
Sebagai reaksi dari pemecatan dirinya, maka S.M. Kartosuwiryo bersama-sama Yusuf Tauziri dan Kamran mendirikan Komite Pertahanan Kebenaran Partai Syarikat Islam Indonesia (KPK-PSII), yang kemudian di ubah menjadi PSII tandingan. Organisasi ini hanya berhasil di Jawa Barat.

Pada kongres pertamanya, hanya enam cabang yang hadir :

1. PSII Cirebon.
2. PSII Cibadak.
3. PSII Sukabumi.
4. PSII Pasanggarahan.
5. PSII Wanaraja.
6. PSII Malangbong.

KPK-PSII bertujuan :
Menjalankan politik hijrah dalam segala hal.

Mengadakan pendidikan kader-kader pimpinan yang ahli sebagai pembela Islam yang kokoh.

Mendirikan Negara Islam Indonesia.
Untuk merealisasikan tujuannya, S.M. Kartosuwiryo mengadakan rapat terbuka pertama kali di Malangbong Barat pada tanggal 24 Maret 1940. Di rapat ini diterangkan, bahwa akan dijalankan “politik hijrah” yang kokoh. Juga disiarkan keputusan akan mengadakan suatu “suffah”, yaitu suatu badan untuk mendidik menjadi orang-orang pemimpin yang ahli, seperti juga di masa Nabi Muhammad didirikan sesudah hijrah itu suatu suffah, yang melahirkan pembela-pembela yang tulen untuk Islam dengan yang sempurna dan keimanan yang teguh kuat.

10 Mei 1940
Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan bahaya perang (staat van beleg), yang mengakibatkan semua kegiatan politik di larang.

Maret 1940
S.M. Kartosuwiryo kembali ke Malangbong dan mendirikan institut “Suffah” di suatu tempat antara Malangbong dan Wado, yang di bangun di atas tanah yang luasnya kira-kira 4 hektar. Lembaga Suffah tersebut dia bentuk dalam gaya sebuah pesantren tradisional, dimana para siswanya juga bertempat tinggal disana. Maka S.M. Kartosuwiryo menjadikan “Suffah” sebagai pusat latihan kemiliteran bagi pemuda-pemuda Islam pada umumnya dan pemuda-pemuda Hizbullah-Sabilillah pada khususnya, yang berasal dari Priangan Timur. Ateng Jaelani Setiawan, seorang perwira tentara Pembela Tanah Air (PETA) menjadi pelatih utamanya. Tenaga-tenaga pengajarnya adalah ulama-ulama terpilih, antara lain : Yunus Anis (Bandung), Yusuf Taujiri (Wonorejo), Musthafa Kamil (Tasikmalaya), Abdul Qudus Ghazali Tusi (Malangbong) dan R. Oni Qital (Tasikmalaya), Abu Suja’, Ais Kartadinata, H. Sulaeman, Umar Hamzah dan lain-lain.

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (QS. ash-Shaff (LXI) : 4)

14 September 1941
Untuk lebih mengefektifkan perjuangan GAPI, KRI yang sudah ada itu di ubah menjadi Majlis Rakyat Indonesia (MRI) dalam sebuah konferensi di Yogyakarta. MRI di anggap badan perwakilan segenap rakyat Indonesia, yang akan mencapai kesentausaan dan kemuliaan berdasarkan demokrasi. Sebagai satu federasi, maka yang duduk dalam dewan pimpinan adalah GAPI mewakili federasi organisasi politik, MIAI mewakili organisasi Islam dan PVPN mewakili federasi serikat pekerja dan pegawai negeri.

Akhir tahun 1941
Kartosuwiryo di hukum oleh pengadilan negeri Subang dengan hukuman penjara 1 ½ bulan, karena dia di tuduh menjadi mata-mata Jepang. Dia menjalani hukuman di penjara Purwakarta.

29 April 1942
Jepang membentuk gerakan 3A, dengan semboyannya yakni “Jepang Pemimpin Asia”, “Jepang Cahaya Asia”. Gerakan ini tidak mendapat dukungan dan simpati dari rakyat Indonesia.

13 Juli 1942
Untuk mengambil simpati terhadap golongan Islam agar mendukung rencana Jepang di Indonesia, maka Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dihidupkan kembali.

Agustus 1942
Di Bayu, Lhok Seumawe, meletus perlawanan rakyat terhadap tentara Jepang, yang di pimpin oleh Teungku Abdul Jalil.

Di Kalimantan Barat terjadi perlawanan terhadap Jepang oleh Nissinkai di bawah pimpinan Mate Suyono, bekas Komisaris Parindra (Partai Indonesia Raya) Kalimantan Barat.

Tahun 1942
Dalam zaman Jepang PSII pecah dalam 3 aliran : PSII Abikusno, PSII Kartosuwiryo (KPK-PSII) dan PSII Sukiman-Wiwoho.

9 Maret 1943
Angkatan Perang Jepang mendirikan sebuah Pusat Organisasi Nasional yang meliputi semua, yaitu PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat). Pihak Jepang berjanji bahwa pemerintahan sendiri akan diberikan dalam waktu dekat. Maksud pemerintah militer Jepang mendirikan PUTERA ialah untuk menyelenggarakan “Kemakmuran Asia Timur Raya” di bawah pimpinan Jepang dan mengerahkan tenaga rakyat untuk kepentingan perang demi kemenangan pihak Jepang.



“Empat serangkai yang terdiri dari Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Haji Mansur, bersedia memimpin organisasi baru yang di sebut Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Organisasi ini dimaksudkan untuk membujuk bangsa supaya lebih banyak “pengabdian” kepada Jepang, maka PUTERA digunakan sebagai alat dan penggerak tenaga bangsa Indonesia. Sukarno sebagai ketua PUTERA harus sering memperdengarkan suaranya dan memperlihatkan dirinya di muka rakyat, yang akan dikerahkan demi kepentingan balatentara pendudukan dalam melancarkan perang sucinya.


HEIHO »» Seinendan (laki-laki) »» Fujinkai (perempuan)

22 April 1943
Jepang membentuk Heiho (pembantu prajurit). Heiho semula merupakan tenaga pekerja kasar, tetapi kemudian dikerahkan untuk tugas-tugas bersenjata dan merupakan barisan pembantu tentara, yang menjadi bagian langsung dari kesatuan angkatan darat dan angkatan laut. Anggota Heiho adalah pemuda-pemuda yang berumur antara 18-30 tahun.

29 April 1943
Di samping itu, Jepang juga memobilisasi para pemuda untuk digunakan dalam angkatan bersenjata Jepang dan digunakan dalam organisasi pertahanan sipil. Kemudian dibentuklah Seinendan (barisan pemuda yang berumur 14-22 tahun) dan Keibodan (barisan pembantu polisi). Para anggota Seinendan dan Keibodan itu mendapat latihan kemiliteran.

Juni 1943
Selama kunjungannya ke Jakarta, Perdana Menteri Jepang Tojo menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus ikut ambil bagian dalam pemerintahan mereka sendiri.

7 September 1943
Bappan, seksi khusus dari bagian intelejen militer Jepang, di beri tugas membentuk PETA yang seolah-olah timbul karena inisiatif bangsa Indonesia. Cara ini sudah barang tentu untuk mengelabui bangsa Indonesia, agar menaruh simpati kepada Jepang, maka dipilihnya salah seorang pemimpin Nasionalis, Gatot Mangkupraja, untuk mengajukan permohonan pembentukan PETA atas nama bangsa Indonesia kepada Guiseikan.

13 September 1943
Sementara itu para pemimpin Islam cukup tanggap terhadap situasi peperangan di Laut Pasifik dimana angkatan perang Jepang makin terdesak. Oleh karena itu tokoh-tokoh Masyumi yang terdiri dari KH. Mas Mansyur, KH. Mohammad Adnan, H. Abdul Karim, Amarullah, H. Cholid, KH. Abdul Majid, H. Yakub, KH. Jumaidi, H. Mohammad Sadri, H. Muchtar datang ke kantor Gunseikanbu mengajukan surat permohonan kepada pemerintah militer Jepang untuk mendirikan barisan perjuangan pemuda Islam yang di beri nama Hizbullah. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah militer Jepang dan pada tanggal 14 September 1944 Hizbullah didirikan di Jakarta.

September 1943
Tentara Jepang mengadakan penangkapan-penangkapan di Kalimantan Selatan. Ada sekitar 700 atau 800 orang yang dicurigai bersikap anti Jepang yang ditangkapi, lalu di tahan. Dari jumlah itu, ada yang di bunuh tanpa melalui proses pengadilan lebih dahulu, jumlah mereka sampai sekitar 150 orang. Di antara sejumlah korban yang disebutkan itu, salah seorangnya adalah Dokter R. Susilo. Bersama-sama Dokter R. Susilo, turut di tangkap Kyai Noor Hanafiah dan Kyai A. Gudai dan beberapa pemuka masyarakat lainnya.

3 Oktober 1943
Permohonan Gatot Mangkupraja dikabulkan dan Jepang kemudian membentuk pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Manfaat yang dapat di petik dari pembentukan tentara PETA adalah timbulnya inspirasi bagi anggota PETA, sebab dengan latihan-latihan militer yang berat, memperkuat rasa percaya diri sendiri untuk menghadapi kekuatan musuh yang lebih besar. Selain itu, juga tumbuh perasaan harga diri yang sepadan dengan bangsa lain, khususnya bangsa Barat dan kesempatan ini harus direalisasikan dalam bentuk solidaritas bersama guna menciptakan diri sebagai bangsa yang merdeka.

Para pemuda yang mendaftarkan untuk menjadi anggota PETA mendapat latihan di Bogor. Pemuda-pemuda Islam yang menjadi anggota PETA dan mengikuti latihan di Bogor adalah Sudirman, Mulyadi, Joyomartono, Aruji Kartawinata, Kiai Khotib, Iskandar Idris, Iskandar Sulaiman, Kiai Basuni, Mr. Kasman Singodimejo, Yunus Anis, Kiai Idris, Kiai Haji Mochfuda, Kiai Kholiq Hasyim, Kiai Sami’un dan sebagainya.


movie


http://www.youtube.com/watch?v=dHRyiPjc5E8



Tentara PETA ( jelmaan dari Heiho / Seinendan / Fujinkai )

16 Oktober 1943
Suatu pertemuan di Pontianak, yang dihadiri oleh kurang-lebih 70 orang tokoh dari Kalimantan Barat dari berbagai golongan. Mereka merencanakan mengadakan perlawanan terhadap Jepang yang akan dilancarkan pada tanggal 8 Desember 1943. Akan tetapi rencana itu tercium oleh Jepang.

Seminggu kemudian, Jepang mengadakan pembersihan dan penangkapan besar-besaran terhadap tokoh-tokoh penggerak pertemuan tersebut. Di Kalimantan Barat, ada sekitar 21.000 orang yang pada masa penjajahan Jepang telah di pancung kepalanya. Diantaranya terdapat raja-raja, tokoh-tokoh serta orang-orang terkemuka di Kalimantan Barat, seperti Sultan Pontianak Syarif Muhammad Algadri, Sultan Sambas Moh. Ibrahim Tsafiuddin, Panembahan Ngabang Gusti Abdul Hamid, Panembahan Sanggau Ade Mohammad Arief, Panembahan Tayam Gusti Jafar, Panembahan Mempawah Muhammad Taufik, Panembahan Sekadau Gusti Ketip, Panembahan Kubu Syarif Saleh Idrus, Panembahan Ketapang Gusti Saunan, Panembahan Sukadana Tengku Idris, Panembahan Simpang Gusti Mesir, Penambahan Sintang Raden Abdul Bahri.

Oktober 1943
Di Kalimantan Barat, timbul perlawanan terhadap Jepang yang dipelopori oleh Pemuda Muhammadiyah di bawah pimpinan Pattiasina.

Sementara itu di daerah Tondano, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, tidak sedikit keturunan Kyai Maja dan keturunan pengikut-pengikutnya, yang menjadi korban keganasan tentara Jepang. Antara lain yang dapat di catat disini, yaitu :

Amirullah Masloman yang di pancung kepalanya oleh tentara Jepang di Tomohon, karena menolak untuk melakukan saikeirei di kantor Kenpeitai. Selain dia, ada pula orang lain yang di bunuh oleh tentara Jepang karena penolakan yang sama, yaitu Abdullah Nurhamidan.

Hamzah Tumenggung Sis, yang di bunuh oleh tentara Jepang dengan tuduhan sebagai mata-mata Sekutu.

Gaffar Thayeb, orang yang mendapat hukuman pancung karena menolak membantu menangkap babi milik tentara Jepang, yang terlepas dari gerobaknya.
Nopember 1943
MIAI dibubarkan oleh Jepang. Ketika Jepang menguasai Indonesia, semua partai-partai Islam dibubarkan dan terjadilah fusi mengikuti kehendak Jepang, dan terbentuklah Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), sebagai pengganti MIAI.

Tahun 1943
Kartosuwiryo menjadi Sekretaris Majelis Baitul Mal, sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) yang baru di bentuk di bawah pimpinan Wondoamiseno.

Di Banjarmasin timbul pemberontakan kaum terpelajar yang diselenggarakan oleh Parindra. Pemberontakan ini makan korban lebih dari 1.600 orang, di bunuh secara kejam oleh pihak Jepang.

Pada tahun yang sama, terjadi pemberontakan di Biak yang makan korban sebanyak 800 orang. Pemberontakan merembet dari pantai Irian Barat ke pedalaman di Serui Nimrod di bawah pimpinan S. Pare-pare.

14 Pebruari 1944
Meletus pemberontakan PETA di daidan Blitar di bawah pimpinan Syudanco Supriyadi. Untuk menghadapi pemberontakan itu pihak Jepang terpaksa mengerahkan tenaga militer lebih-kurang satu batalyon beserta pasukan-pasukan berlapis baja. Banyak opsir PETA yang mati terbunuh dan di tawan. Supriyadi berhasil lolos, hilang hingga sekarang, menjadi tokoh misterius, tidak di ketahui kemana perginya dan dimana kuburnya.

25 Pebruari 1944
Pemberontakan di desa Sukamanah, kecamatan Singaparna, Tasikmalaya di bawah pimpinan. Kiai Zainal Mustofa, yang diikuti sekitar 1.000 orang di samping murid-murid pesantrennya. Mereka merencanakan penculikan orang-orang Jepang dan mengadakan aksi sabotase terhadap bidang prasarana. Akhirnya, 800 orang dipenjarakan di Tasikmalaya dan Zainal Mustofa beserta keluarganya di tembak mati di Jakarta.

1 Maret 1944
Sebagai pengganti PUTERA, didirikan sebuah organisasi baru : PKR (Perhimpunan Kebaktian Rakyat) atau dalam bahasa Jepang Jawa Hokokai. Anggota organisasi ini sudah kehilangan keberanian karena adanya perasaan anti Jepang pada para pelajar.

April 1944
Pemberontakan petani desa Kaplongan, distrik Karangampel (Indramayu) di bawah pimpinan Kyai Srengeng menolak untuk menyerahkan beras mereka kepada pegawai-pegawai Indonesia, yang bertanggung-jawab atas pelaksanaan penyerahan besar tersebut. Tentara Jepang dengan di bantu oleh pamong praja dan polisi dengan kekerasan senjata menumpas usaha rakyat untuk melawan. Perlawanan rakyat di desa Kaplongan dapat di tumpas oleh pemerintah Jepang sebelum menjalar ke desa lainnya.

Juni 1944
Melihat sikap permusuhan para pemuda terpelajar yang meningkat, Jepang lalu melontarkan sebuah organisasi lagi : Angkatan Muda. Keadaan Jepang yang semakin terdesak oleh Sekutu, mendorong timbulnya organisasi pemuda, yang dinamai Angkatan Muda Indonesia (AMI). Mula-mula organisasi ini didirikan atas inisiatif Jepang, tetapi kemudian tumbuh menjadi organisasi pemuda yang anti Jepang. AMI kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI).

30 Juli 1944
Terjadi perlawanan rakyat terhadap kekuasaan tentara Jepang di desa Cidempet, kecamatan Lohbener yang di pimpin oleh Haji Madrais dan Haji Kartiwa. Hal ini disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang dari pejabat-pejabat dan semua unsur pamong praja setempat, yang mengambil padi rakyat di daerah Lohbener dan Sindang secara paksa. Rakyat memilih lebih baik mati daripada harus mati kelaparan.

September 1944
Perdana Menteri Jepang (Kaiso) menjanjikan kemerdekaan pada bangsa Indonesia. Pernyataan Perdana Menteri Jepang Koiso di parlemen Jepang bahwa Indonesia akan segera di beri kemerdekaan, Sukarno-Hatta dan yang lain-lainnya diizinkan untuk secara terbuka menganjurkan kemerdekaan.

Perkembangan mengejutkan adalah didirikannya Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta oleh Kepala Badan Intelijen Angkatan Laut Jepang, Laksamana Maeda, yang kemudian memainkan peranan penting pula pada waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Nopember 1944
Pemberontakan PETA di Aceh di bawah pimpinan Teuku Hamid dari Meureude. Dua peleton PETA melarikan diri ke gunung. Pihak Jepang mengambil tindakan, menawan keluarga-keluarga yang ditinggalkan dengan ancaman akan di bunuh, jika Teuku Hamid dan kawan-kawannya tidak turun. Karena ancaman itu Teuku Hamid menyerah.

Desember 1944
Atas desakan Masyumi, Jepang memberikan dan mengizinkan pembentukan Hizbullah, yang direncanakan sebagai cadangan PETA. Hizbullah merupakan organisasi pemuda yang di dukung oleh pihak Jepang, di samping organisasi pemuda yang lain yang juga mendapat latihan militer, seperti Keibodan (pertahanan sipil), Seinendan (barisan pemuda), yang anggotanya pemuda Islam dan bukan Islam. Sebagai tambahan, suatu pasukan polisi pembantu yang berkekuatan satu juta orang, yang di sebut Korps Kewaspadaan, juga didirikan di daerah-daerah pedesaan Jawa.

Januari 1945
Diumumkan susunan pengurus Hizbullah sebagai berikut :

Pengurus Hizbullah Ketua : KH. Zainal Arifin
Wakil Ketua : Mohammad Rum

Pengurus Umum :
1. S. Surowiyono
2. Suyono

Urusan Propaganda :
1. Anwar Cokroaminoto
2. KH. Zarkasi
3. Masyhudi

Urusan Perencanaan :
1. Sumaryo Mangunpuspito
2. Yusuf Wibisono
3. Mohammad Junaidi

Urusan Keuangan :
1. RHO. Junaidi
2. Prawoto Mangunsasmito

28 Pebruari 1945
Sementara itu setelah para ulama berhasil merekrut para pemuda untuk berjuang melalui badan perjuangan Hizbullah, maka mereka di latih pada suatu pusat latihan yang terletak di Cibarusa, ± 28 km dari Bogor, Jawa Barat.
Pusat latihan di buka oleh Abdul Kahar Muzakir dan disaksikan oleh tokoh Masyumi antara lain KH Wahid Hasyim dan Mohammad Natsir. Latihan diikuti kurang-lebih 500 orang pemuda Islam berasal dari berbagai daerah Jawa, yakni karesidenan Banten, Jakarta, Sukabumi, Priangan, Purwakarta, Cirebon, Bogor, Pekalongan, Kedu, Surakarta, Semarang, Pati, Yogyakarta, Madiun, Kediri, Bojonegoro, Malang, Surabaya, Besuki. Khusus untuk Madura diadakan latihan tersendiri. Latihan ini berlangsung selama ± 3 bulan dari tanggal 28 Pebruari hingga 15 Mei 1945. Pelatihnya berasal dari serdadu-serdadu Jepang yang di bantu sejumlah instruktur PETA dan diawasi oleh perwira Jepang yang bernama Yanagawa. Sedang di bagian rohani pengajarnya antara lain KH. Mustofa Kamil dari Jawa Barat, KH. Mawardi dan Kyai Tohir Basuki dari Surakarta, KH. Zarkasi dari Ponorogo, Kyai Mursid dari Pacitan, Kiai Sahid dari Kediri, KH. Abdul Halim dari Majalengka, Kiai Roji’un dari Jakarta.

1 Maret 1945
Pemerintah militer Jepang di Jawa di bawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada mengumumkan pembentukan suatu Badan Untuk Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, di singkat menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tata-usaha. Badan perundingan terdiri dari seorang ketua, 2 orang ketua muda, 60 orang anggota, termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan peranakan Belanda.

29 April 1945
Pengangkatan badan perundingan badan penyelidik persiapan kemerdekaan diumumkan, dengan susunan sebagai berikut :

BPPK (badan penyelidik persiapan kemerdekaan) Ketua :
dr. K.R.T. Rajiman Wediodiningrat

Ketua muda :
1. Ichibangase (Syucokan Cirebon)
2. R. Surowo (Syucokan Kedu)

Kepala sekretariat : R.P. Suroso

Di bantu oleh :
Toyohiko Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo

15 Mei 1945
Latihan Hizbullah di Cibarusa di tutup secara resmi oleh KH. Wahid Hasyim dan Abdul Kahar Mudzakkir, keduanya dari Masyumi. Selanjutnya para pemuda yang telah mengikuti latihan di Cibarusa itu kembali ke daerah asalnya dan mendirikan cabang-cabang Hizbullah di daerahnya masing-masing.

16 Mei 1945
Kongres Pemuda seluruh Jawa di Bandung, yang disponsori oleh Angkatan Muda Indonesia. Kongres itu dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Jamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Cokroaminoto dan Harsono Cokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku di Jakarta. Dalam kongres itu, dianjurkan agar supaya para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, bukan sebagai hadiah Jepang.

28 Mei 1945
Dimulailah upacara pembukaan sidang pertama BPUPKI bertempat di gedung Cuo Sangi In. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo, yang kemudian di susul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda.

Sebelum sidang pertama BPUPKI berakhir, di bentuk suatu panitia kecil untuk :
Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
Menjadikan dokumen itu (Piagam Jakarta) sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia merdeka.
29 Mei 1945
Mr. Muhammad Yamin di dalam pidatonya, mengemukakan lima “Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :

1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat/Keadilan Sosial.

31 Mei 1945
Prof. DR. Mr. R. Supomo menyampaikan pidatonya mengenai “Dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka”, sebagai suatu filosofische grondslag, yaitu :

1. Persatuan
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan Lahir dan Batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan Rakyat.

1 Juni 1945
Ir. Sukarno menyampaikan pidatonya dengan nama Lahirnya Pancasila mengenai “Dasar Indonesia Merdeka”, dimana materi Pancasila yang dikemukakan ialah sebagai berikut :

1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, atau Peri Kemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan atau Keadilan Sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

15 Juni 1945
Sekelompok pemuda mendirikan Gerakan Angkatan Baru Indonesia, yang berpusat di Menteng 31, Jakarta. Ketua organisasi itu adalah BM Diah dan anggotanya yaitu Sukarni, Sudiro, Chaerul Saleh, Syarif Thayeb, Wikana, Supeno, Asmara Hadi dan P. Gultom.

22 Juni 1945
Sesudah sidang pertama itu, 9 orang anggota BPUPKI atau di kenal juga dengan Panitia 9, bersidang yang menghasilkan suatu dokumen, berisikan tujuan dan maksud pendirian negara Indonesia merdeka, yang akhirnya di terima dengan suara bulat dan ditanda-tangani. Dokumen tersebut di kenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter), sesuai dengan penamaan oleh Mr. Muh. Yamin.

Panitia 9 beranggotakan :
1. Abikusno Cokrosuyoso.
2. Sukarno.
3. K.H. Wahid Hasyim.
4. K.H. Agus Salim.
5. Ahmad Subarjo.
6. Mohammad Hatta.
7. A.A. Marimis.
8. Abdul Kahar Mudzakir.
9. Mohammad Yamin.

“Dan adalah di kota itu, sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan” (QS. an-Nahl (XXVII) : 48)

Dalam Piagam Jakarta di atas sama sekali tidak di sebut pemerintah balatentara Jepang yang menghadiahi kemerdekaan. Yang dikehendaki oleh pemerintah balatentara Jepang ialah perumusan yang akan dikemukakan oleh BPUPKI, dimana di sebut peranan pemerintah balatentara Jepang. Oleh karena Piagam Jakarta di susun di luar pengetahuan balatentara pendudukan Jepang, naskah itu di sebut ilegal. Lagi pula isinya bertentangan dengan maksud pemerintah balatentara Jepang.

10-16 Juli 1945
Perumusan terakhir materi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dilakukan dalam sidang BPUPKI, dimana telah di bahas Rencana Undang-undang Dasar melalui suatu panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno. Panitia tersebut kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar beranggotakan tujuh orang, yakni :

1. Prof. Dr. Mr. Supomo.
2. Mr. Wongsonegoro.
3. Mr. Achmad Subarjo.
4. Mr. A.A. Maramis.
5. Mr. R.P. Singgih.
6. H. Agus Salim.
7. dr. Sukiman.

Kewajiban Panitia Kecil ini adalah merancang UUD dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang dimajukan di rapat besar dan rapat Panitia Perancang UUD. Dalam Rapat Panitia Perancang UUD, di ambil keputusan mengenai :

1. Bentuk Negara Unitarisme (Kesatuan).
2. Preambule setuju di ambil dari Jakarta Charter (Piagam Jakarta).
3. Kepala Negara 1 orang.
4. Nama Kepala Negara adalah Presiden.

Hasil perumusan panitia kecil disempurnakan bahasanya oleh sebuah panitia lain, yang terdiri dari :

1. Prof. Dr. Mr. Supomo.
2. H. Agus Salim.
3. Prof. Dr. P.A. Husein Jayadiningrat.

Di dalam merumuskan Undang-undang Dasar, panitia tersebut menggunakan Piagam Jakarta sebagai konsep perumusannya, yang mengandung pula perumusan dasar filsafat negara, yang kemudian di kenal dengan nama Pancasila.

28 Juli 1945
Gerakan Rakyat Baru diresmikan pembentukannya oleh Letnan Jenderal Y. Nagano. Kemudian dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masyumi digabungkan menjadi satu di dalamnya. Tidak seorang pun dari tokoh golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Cokroaminoto dan Asmara Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka.

7 Agustus 1945
Panglima balatentara Jepang di Asia Tenggara yang bermarkas besar di Dalat, Saigon mengumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sebagai pengganti Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). PPKI bertugas mempercepat segala usaha yang berhubungan dengan persiapan terakhir guna membentuk pemerintahan Republik Indonesia.

Para anggota di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu digerakkan oleh pemerintah, sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi di dalam melakukan kewajibannya itu mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.

Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan anggota lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu.
Anggota PPKI adalah Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, BPH. Purboyo, KRT. Rajiman Wediodiningrat, Sutarjo Kartohadikusumo, Andi Pangerang, MR. IGK Puja, dr. Mohammad Amir, Otto Iskandardinata, R. Panji Suroso, PBKA. Suryohamijoyo, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Abdul Abas, Dr. J. Latuharhary, AA. Hamidhan, Abdul Kadir, Dr. Supomo, K.H. Wahid Hasyim, Dr. Teuku Mohammad Hassan, Dr. GSJJ Ratulangie, Drs. Cawan Bing. Selain itu, Subarjo di angkat sebagai penasehat khusus panitia itu.

14 Agustus 1945
S.M. Kartosuwiryo memproklamasikan Darul Islam di daerah yang terbatas. Namun kemudian ia menarik kembali proklamasinya sesudah mendengar pernyataan kemerdekaan oleh Sukarno dan Hatta 17 Agustus 1945.

18 Agustus 1945
Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Mr. Ratulangi) minta kepada Hatta supaya Piagam Jakarta di coret dari pembukaan UUD 1945, karena kalau tidak, kemungkinan golongan Kristen dan Katolik di Indonesia Timur akan berdiri di luar Republik. Maka Hatta berhasil melobi kelompok Islam sehingga dapat memperoleh persetujuan mereka untuk menghapuskan ke tujuh kata itu. Akhirnya, Piagam Jakarta di coret dari Mukadimah UUD 1945.

Alasannya, ada keberatan sangat oleh pihak lain yang tidak beragama Islam. Menurut pendapat mereka, tidak tepat di dalam suatu pernyataan pokok yang mengenai seluruh bangsa ditempatkan suatu penetapan yang hanya mengenai sebagian saja daripada rakyat Indonesia, sekalipun bagian itu bagian terbesar. Dengan demikian tidak lagi terdapat tujuh kata yang mewajibkan Ummat Islam untuk menjalankan syari’at agama Islam, juga tidak ada lagi ketentuan bahwa Presiden harus seorang Islam.

1 September 1945
Sekelompok kecil mahasiswa kedokteran, termasuk Johan Nur, Bahar Rezak dan Wahidin Nasution membentuk API (Angkatan Pemuda Indonesia), yang ditujukan bagi pengkoordinasian sejumlah kelompok pemuda lainnya di dalam kota. API beroleh banyak pendukung dan segera mengeluarkan sebuah manifesto yang ditujukan kepada seluruh pemuda Indonesia untuk segera merebut senjata, kantor dan perusahaan milik Jepang.

18 Oktober 1945
Haji Achmad Chaerun di Curug, sisi Barat-daya Tangerang, mengkoordinasikan pemberontakan rakyat dan berhasil menumbangkan seluruh aparat formal pemerintahan yang masih tersisa. Dukungan utama diberikan oleh orang-orang Muslim. Banyak sekali haji di antara para pengikutnya. Para pengikutnya yang bersenjata dijuluki Laskar Ubel-ubel (laskar bersorban). Ia pun memiliki hubungan erat dengan Syekh Abdullah, peranakan Arab, seorang pemimpin kelompok bersenjata yang di kenal dengan nama Barisan Berani Mati atau Laskar Hitam.

11 Nopember 1945
Pembentukan Masyumi baru di Yogyakarta, dengan susunan Dewan Eksekutif sebagai berikut :

Ketua Umum = Hasyim Ashari
Ketua = Ki Bagus Hadikusumo
Wakil Ketua = Wahid Hasyim
Wakil Ketua I = Abikusno Cokrosuyoso
Sekretaris = S.M. Kartosuwiryo

Ketika itu juga, NU dan Muhammadiyah menggabungkan diri ke dalam partai Masyumi yang baru, maka dengan demikian partai ini praktis mewakili semua partai-partai dan organisasi Islam yang ada pada waktu itu.

Kongres itu memutuskan bahwa Masyumi memerlukan badan perjuangan di luar kesatuan-kesatuan Hizbullah yang bersifat militer untuk mobilisasi penduduk yang beragama Islam secara umum. Kemudian diprakarsai berdirinya Sabilillah yang berpusat di Malang. Adapun pengurus pusat barisan Sabilillah di pimpin oleh KH. Masykur.

Sabilillah dan Hizbullah tidak memiliki perbedaan yang tajam dan tegas, bahkan satuan-satuan gerilya Islam di sebut Hizbullah-Sabilillah tanpa perbedaan fungsi mereka yang berlainan. Hanya saja barisan Hizbullah terdiri atas kesatuan pejuang Ummat Islam yang di koordinasi di asrama, sedangkan barisan Sabilillah tersebar di masyarakat dan dikoordinir melalui susunan organisasi di kecamatan dan kelurahan.

Nopember 1945
S.M. Kartosuwiryo bersama-sama dengan Kamran, Sanusi Partawijaya, Haji Jaenuddin, Gandawijaya dan lain-lain, masuk Markas Daerah Perjuangan Pertahanan Priangan di Bandung. Kamran dalam tempo yang tidak lama, berhasil menduduki kursi pimpinan dan ia terpilih sebagai ketuanya.

Awal tahun 1946
S.M. Kartosuwiryo bersama-sama Kamran mengunjungi Majelis Persatuan Perjuangan Priangan, yang pada waktu itu berada di Bale Endah, kira-kira 12 km dari kota Bandung arah ke kota Majalaya. Dalam kunjungannya itu, ia telah mendesak kepada Sutoko, Wakil Ketua Majelis Persatuan Perjuangan Priangan, agar memberi landasan Islam kepada pasukan-pasukan dan lasykar-lasykar yang tergabung di dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Ternyata Sutoko tidak memberikan sambutan terhadap desakan itu.

1 Pebruari 1946
Markas Daerah Perjuangan Pertahanan Priangan berubah menjadi Majelis Persatuan Perjuangan Priangan, yang berhasil di bina atas prakarsa Sutoko, yang pernah pula menjadi murid pada Institut Suffah.

Maret 1946
Peristiwa “Bandung Lautan Api” dimana pasukan Indonesia yang meninggalkan daerah Bandung Selatan karena adanya ultimatum Inggris, menjalankan taktik membumi-hanguskan daerah tersebut ketika mereka meninggalkan bagian dari kota ini.

14-25 April 1946
Perundingan Hooge Veluwe merupakan perundingan lanjutan dari perundingan-perundingan yang telah dilakukan dalam usaha menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda. Dalam perundingan ini delegasi Belanda diwakili Dr. H.J. Van Mook, Dr. Idenburg, Prof. Logemann, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II dan Suryo Santoso. Sedangkan delegasi Indonesia diwakili Mr. Suwandi, dr. Sudarsono dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo. Perundingan ini mengalami kegagalan, karena masing-masing pihak tetap pada pendiriannya masing-masing.

Belanda tetap menginginkan memberi pengakuan atas Jawa dan Madura saja dikurangi daerah-daerah yang diduduki pasukan Serikat, menginginkan RI tetap menjadi bagian Kerajaan Nederland dan menolak campur-tangan Republik dalam menentukan perwakilan daerah di luar daerah Indonesia. Pihak Indonesia menginginkan Belanda mengakui RI secara de facto atas Jawa dan Sumatra dan agar Belanda dan RI bersama-sama membentuk RIS. Akibat perbedaan pendapat di antara keduanya, akhirnya konferensi berakhir tanpa menghasilkan apa-apa bagi perbaikan hubungan kedua pihak yang bersengketa.

Juni 1946
Konferensi Masyumi Daerah Priangan di Garut, dimana memilih pengurus yang baru sebagai berikut :

Ketua Umum = K.H. Muchtar
Wakil Ketua = S.M. Kartosuwiryo
Sekretaris = Sanusi Partawijaya

Dalam kesempatan itu, Kartosuwiryo mengucapkan sebuah pidato tentang “Haluan Politik Islam”.

Tahun 1946
S.M. Kartosuwiryo telah merencanakan untuk menyerbu Markas Divisi Siliwangi, yang pada waktu itu berada di kota Malangbong. Sehingga oleh Panglima Divisi Siliwangi pada waktu itu, Jenderal Mayor A.H. Nasution terpaksa memerintahkan menangkap S.M. Kartosuwiryo. Sepuluh hari kemudian mereka itu dilepaskan kembali.

16-22 Juli 1946
Konferensi ini diselenggarakan di sebuah daerah sejuk dekat Makasar Sulawesi Selatan bernama Malino. Dalam konferensi yang di pimpin Letnan Gubernur Jenderal Dr. H.J. Van Mook itu, di undang tokoh-tokoh pribumi terkemuka yang di pandang Belanda dapat mewakili daerah-daerah Indonesia Timur dan Kalimantan. Tujuh tokoh terkemuka yang hadir pada konferensi tersebut :

1. Najamuddin Daeng Malewa (Sulawesi Selatan)
2. Sukawati (Bali)
3. Dengah (Minahasa)
4. J. Tahya (Maluku Selatan)
5. Dr. Liem Cae Le (Bangka-Biliton, Riau)
6. Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan)
7. Uray Saleh (Kalimantan Barat).

Tujuan konferensi menurut konsepsi Belanda adalah untuk memusyawarahkan pengembangan ketata-negaraan Negara Indonesia yang hendak di bentuk bersama. Di dalam konferensi ini dibicarakan persoalan-persoalan pokok yang berkaitan dengan pembentukan negara bagian. Tiga persoalan pokok yang dibicarakan, yaitu tentang sistem yang akan di pakai dalam pembentukan NIT yang akan di bentuk federal atau Unitarisme, perlunya masa peralihan di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda, tetapi dengan kerjasama yang erat untuk menyusun dan melengkapi negara yang akan di bentuk dan soal ikatan abadi negara Belanda dan Indonesia, dan mempertahankannya setelah Negara Indonesia Timur mencapai kedaulatannya.

Dari konferensi ini dihasilkan keputusan untuk memilih bentuk negara federal yang terdiri dari kesatuan-kesatuan yang tidak begitu kecil. Selain itu, keputusan yang menjelaskan hubungan istimewa yang abadi antara negeri Belanda dan Indonesia dapat didasarkan atas sejarah maupun atas kepentingan bersama. Untuk pembicaraan selanjutnya mengenai NIT diputuskan untuk dibicarakan pada konferensi di Bali.

1-12 Oktober 1946
Sebagai kelanjutan Konferensi Malino, diselenggarakan konferensi di Pangkal Pinang, pulau Bangka. Konferensi dihadiri golongan-golongan minoritas dengan maksud meminta pendapat golongan-golongan minoritas tentang rencana pembentukan ketata-negaraan Negara Indonesia Timur menurut konsepsi Belanda. Kelompok terbesar yang hadir dalam konferensi itu datang dari golongan Cina dan Belanda yang menempati 1/3 dari jumlah peserta yang hadir. Dalam konferensi yang diketuai Letnan Gubernur Jenderal Dr. H.J. Van Mook, timbul berbagi pendapat antara pro dan kontra terhadap rencana Belanda tersebut. Sementara itu Letnan Gubernur tetap berpendapat bahwa perlu adanya suatu daerah dimana golongan minoritas dapat hidup sejajar dengan golongan-golongan masyarakat lain.

Oleh karena itu selain membentuk NIT, pimpinan konferensi berpendapat Irian Barat dapat dijadikan suatu daerah penampungan bagi kelebihan penduduk negeri Belanda. Walaupun muncul berbagai pendapat dan kecaman, konferensi berlangsung sebagai tindak-lanjut dari rencana pembentukan negara federal, yang akan dibicarakan pada Konferensi Denpasar.

7-14 Oktober 1946
Perundingan gencatan senjata antara Belanda-Indonesia, yang dilanjutkan dengan perundingan politik mulai tanggal 7 Nopember 1946 di Jakarta.

10-15 Nopember 1946
Perundingan Linggarjati dihadiri oleh kedua belah pihak yang bertikai (Indonesia-Belanda) dan seorang duta istimewa Inggris untuk Indonesia, Lord Killearn, yang bertugas sebagai pemimpin perundingan.

Delegasi Indonesia diketuai Sutan Syahrir, dengan anggota delegasi tiga orang yaitu Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Rum, Mr. Susanto Tirtoprojo dan dr. A.K. Gani, beserta anggota-anggota cadangan Mr. Amir Syarifuddin, dr. Sudarsono dan Dr. J. Leimena. Sedangkan delegasi Belanda beranggotakan tiga orang, yaitu Max Van Poll, F. de Broer dan Dr. H.J. Van Mook, di bawah pimpinan Prof. William Schermerhorn.

Dari perundingan itu, berhasil di susun sebuah naskah persetujuan yang terdiri atas 17 pasal. Isi dari Persetujuan Linggarjati itu antara lain :

Pemerintah Belanda mengakui secara de facto kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatra.

Pemerintah Belanda dan Pemerintah RI akan segera bersama-sama menyelenggarakan berdirinya Negara Indonesia Serikat (NIS)

Wilayah Negara Indonesia Serikat akan meliputi Hindia-Belanda, dengan ketentuan bahwa penduduk suatu daerah secara demokrasi dapat menyatakan tidak atau belum suka masuk ke dalam NIS.

Negara Indonesia Serikat meliputi negara-negara RI, Kalimantan dan Timur Besar.

Sedangkan pasal-pasal lain memuat hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan NIS.

Walaupun dapat menghasilkan kesepakatan, ternyata Persetujuan Linggarjati tidak memberi manfaat bagi perbaikan hubungan Indonesia-Belanda, karena masing-masing pihak menginterpretasikan perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Masyumi dan PNI merasa dukungan politik mereka sendiri lebih besar daripada dukungan Partai Sosialis Syahrir. Pendukung perjanjian Linggarjati adalah sayap kiri yang terdiri atas Partai Sosialis, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), dan partai-partai buruh dan Komunis, selain partai-partai Katolik dan Kristen yang kecil.

22-24 Nopember 1946
Laskar Rakyat Jakarta Raya (LRJR) mensponsori sebuah kongres di Karawang yang dihadiri oleh sejumlah organisasi laskar rakyat di Jawa Barat. Kongres itu mengutuk persetujuan Linggarjati dan kemudian mengumumkan terbentuknya sebuah Laskar Jawa Barat, sebagai suatu federasi dari satuan-satuan laskar rakyat di Karawang, Cirebon, Sukabumi, Banten, Bogor, Purwokerto dan Tegal. Sidik Kertapati di pilih memimpin organisasi itu. Achmad Astrawinata, mantan pemimpin API Bandung, di tunjuk sebagai wakil. Maulana dan Armunanto, masing-masing di tunjuk sebagai sekretaris dan kepala bagian politik.

7-24 Desember 1946
Sebagai tindak-lanjut dari Konferensi Malino, Konferensi Denpasar merupakan babak akhir dari konferensi pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT). Dalam konferensi yang diadakan di pendopo Hotel Bali, Denpasar-Bali ini hadir wakil-wakil dari daerah Sulawesi Selatan (20), Minahasa-Sulawesi Utara (3), Sulawesi Tengah (6), Bali (7), Lombok (5), Flores (3), Sumbawa (3) dan Sumba (3). Konferensi di buka secara resmi oleh Letnan Gubernur Jenderal Dr. H.J. Van Mook pada tanggal 18 Desember 1946. Sebelumnya pada tanggal 7 Desember dilakukan konferensi informal di bawah pimpinan Komisaris Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar, Dr. W. Hoven.

Dalam konferensi yang di buka tanggal 18 ini, dibicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan NIT yang akan di bentuk. Masalah yang di bahas antara lain, rencana peraturan tentang pembentukan NIT, penetapan peraturan tersebut, keputusan Pemerintah Belanda untuk mendirikan NIT, pemilihan kepala negara, pemilihan ketua DPRS, keputusan pengangkatan peserta konferensi sebagai anggota DPRS, penyumpahan Ketua DPRS oleh Letnan Gubernur dan lain-lain. Dalam waktu seminggu program kerja dapat diselesaikan. Konferensi di tutup pada tanggal 24 Desember 1946.

Dari hasil konferensi terpilih Cokorde Gede Rake Sukawati dari Bali sebagai Kepala Negara (Presiden), Mr. Tajudin Noor seorang pengacara di Makasar sebagai ketua DPRS dan Najamudin. Daeng Malewa sebagai penyusun Dewan Menteri.

Selain keputusan tersebut, konferensi juga menetapkan Makasar sebagai ibukota NIT. Wilayah NIT adalah Karesidenan Timur Besar, sesuai dengan yang termaktub dalam Staatblad Nomor 264, kecuali Irian Barat yang kedudukannya terhadap NIT dan Jawa-Sumatra masih akan ditetapkan. Di samping itu, ditetapkan pula bahwa hak-hak dan wewenang Pemerintah Hindia-Belanda dipindahkan kepada NIT, kecuali hak-hak dan wewenang yang dalam rangka rencana susunan ketata-negaraan akan jatuh ke tangan Negara Indonesia Serikat dan Uni Indonesia-Belanda. Dengan terbentuknya NIT, berarti gagasan Van Mook untuk memecah-belah Negara Indonesia menjadi kenyataan.

April 1947
R. Oni menjadi ketua Sabilillah Daerah Priangan.

27 Mei 1947
Adanya perbedaan penafsiran terhadap Persetujuan Linggarjati, yang ditanda-tangani pada bulan Maret 1947, dimana di satu pihak Belanda menganggap “kerjasama” yang terdapat dalam pasal 2 persetujuan tersebut sebagai kedaulatan Belanda di Indonesia tetap berlangsung sampai terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS).

Di pihak lain Indonesia mengartikan “kerjasama” dalam pasal tersebut sebagai suatu kerjasama dengan pertanggung-jawaban bersama dalam membentuk federasi dengan kedudukan yang setaraf. Sementara itu Belanda mengeluarkan nota yang merupakan ultimatum yang harus di jawab Pemerintah RI 14 hari sejak tanggal 27 Mei 1947. Dalam notanya itu Belanda menuntut pembentukan pemerintahan ad-interim bersama, mengeluarkan uang bersama, menyelenggarakan pemilikan ekspor dan impor bersama, di samping menuntut agar RI mengirim beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda. Hal ini tentu saja di tolak Pemerintah RI. RI bersedia mengakui kedaulatan Belanda hanya selama masa peralihan dan menolak gendamarie bersama.



Formal dinner with mixed Dutch and Indonesian guests, plus foreign Ambassadors, shortly after Indonesia proclaimed Independence. At the uncomfortably-arranged long table at the back of this suffocatingly crowded vista, there were Indonesian Prime Minister Sir Sjahrir, and independence hero and Muslim scholar Haji Agus Salim. All Indonesian women present were wearing Javanese traditional dress of batik sarong and kebaya.


15 Juli 1947
Belanda yang tidak puas dengan jawaban tersebut kembali mengirim nota, yang isinya tetap menuntut gerdamarie bersama dan menuntut agar RI menghentikan permusuhan terhadap Belanda. Dalam nota itu Belanda juga memberi ultimatum bahwa dalam waktu 32 jam RI sudah harus memberi jawaban terhadap tuntutan-tuntutan Belanda.


Sumber : http://www.islamina.blogspot.com/

Label: